RIMBA BARA - Malam yang Menentukan


Selarik sinar meluncur ke langit, meledak menimbulkan kilaun berwarna merah. Itulah tanda bahaya yang di lepaskan oleh salah satu ksatria yang ditugasi mengawasi keamanan hunian.

Penghuni markas besar Harimau Perak melihat tanda itu, dentang lonceng berbunyi bertalu- talu, tanpa di komando mereka mempersiapkan diri, mengenakan baju zirah, mengambil senjata dan menuju barak kuda, dalam waktu tak lama puluhan kuda sudah berjejer rapi di halaman rumah. Sang Ketuapun sudah bertengger diatas punggung kudanya.

Ki Raganata satu-satunya yang tidak menaiki kuda, dengan tongkatnya Ia berdiri di samping kuda Sang Ketua Keluarga Harimau Perak.

“Dimankah pemuda itu Ki? Apakah dia belum kembali?”

“Belum, pasti masih di kota, jaangan khawatirkan dia, aku pastikan begitu bahaya muncul, ia akan segera turun tangan untuk membantu.” Ucap Ki Raganata menjawab pertanyaan  Si Ketua.

Abisa mengangguk, pandang matanya di arahkan ke puluhan ksatria yang ada di depannya, tangannya kemudian menarik pedang yang tersampir di pinggangnya, mengacungkan tinggi ke atas, “Dengar kataku, Hunian Cakra Dewa dalam bahaya, kuatkan tekad kalian, tumpas semua iblis yang membuat keonaran!” ucapnya penuh semangat.

Para Ksatria dan anggota Keluarga Harimau Perak serentak mengeluarkan senjata masing-masing mengacungkannya juga ke atas.

“Maju!” gelegar Abisa memberi perintah.

Kuda-kuda meringkik kejut saat penunggangnya menghela. Rombongan itu segera bergerak meninggalkan marka Harimau Perak.

Di tinggal Abisa dengan rombongan, Ki Raganata melangkah keluar dari area tempatnya bermalam, Kristal di ujung tongkatnya tampak berpijar makin terang warnanya.

Teriakan panik pemilik penginapan menyadarkan Baskara yang tengah asyik berbincang dengan rekan-rekannya. Mereka bangkit berdiri.

“Para Iblis mulai menyerang Kakang.” Kata Iliana.

Baskara menoleh pada Laras dan Tanjung. “Kalian kembali ke kamar, kunci pintu, jangan keluar sebelum hari menjelang pagi.” Selesai berucap Baskara mengambil suatu benda dari kantungnya, mengangsurkan pada Laras. Sebuah Kristal berwarna kuning, yang ia ambil dari pondok sebelum berangkat ke kota pagi tadi.

Kedua gadis tak membantah, langsung naik ke atas menuju kamar tempat mereka menginap.

“Mari, kita hadapi mereka,” ajak Baskara, kakinya lantas melangkah keluar dari penginapan.

Sampai di luar suasana tampak kacau, belasan orang berkutat menghadapi makhluk-makhluk berbulu yang menyerang dengan ganas. Ketiganya melolos senjata masing-masing dan ikut dalam pertempuran.

Watu Aji yang berbekal Pedang Raja mengamuk menggulung rombongan Gulot, tak mau lawan bernafas, tiap kali menyerang pedangnya berkelebat mengincar leher.

Crass! Crass! Beberapa Gulot terbanting ke tanah dengan kepala terpenggal. Melihat lawan ta mampu bangkit, Watu Aji makin bersemangat, bagai anak kecil yang menemukan mainan baru ia tampak kegirangan dan terus mencecar Gulot-Gulot yang terlihat.

Iliana yang bersenjata tak mau kalah, senjata di tangannya itu mengeluarkan suara letupan-letupan, tiap kali Gulot tekena ujung cambuk, langsung meraung berguling-guling, membuktikan senjata di tangan gadis itu bukan senjata sembarangan.

Baskara sendiri tak ayal menggunakan pedang kosmos dan menyerang dengan ilmu meringkan tubuh yang telah mencapai puncaknya. Hanya bayangan yang terlihat, dalam tempo singkat belasan Gulot terpapas lehernya.

Kehebatan tiga ksatria itu membuat serangan Gulot dapat di atasi, namun rencana para iblis tak berhenti sampai di situ, karena dari sebelah barat rombongan Penguasa Kuil Salju dan para anak buahnya yang di dukung para beast telah menyerang. Jelas serangan mereka berlipat kali lebih mengerikan dari para Gulot, kembali selarik sinar bahaya di luncurkan ke atas.

Abisa yang melihat situasi yang kurang menguntungkan meminta rombongan di bagi dua. “Sebagian ikut denganku, sebagian lain di pimpin Panca Aji ke barat.”

Panca Aji yang di tugasi memimpin sebagian rombongan melambaikan tangan memberin arahan dan melajukan kudanya ke barat yang di ikuti separuh dari rombongan. Separuhnya lagi mengikuti Abisa kearah timur.

Sang Pangeran Muda Iblis kini telah semakin dekat dengan perbatasan Hunian Cakra Dewa, menunggangi seekor kuda hitam yang bermata merah bagai bara neraka. Laporan dari anak buahnya sudah cukup menggambarkan para Gulot telah berhasil membuat sedikit kekacauan, karena itu ia segera bergerak membawa pasukan terbesarnya mendekat.

“Jangan biarkan mereka bernafas! Habisi semua manusia yang terlihat! Maju!” perintahnya.

Harrr! Suara pekik dari para iblis membalas ucapan Sang Pangeran.

Rombongan Iblispun bergerak cepat memasuki hunian, berbagai senjata mengerikan memerisai mereka. Wajah-wajah bengis itu jelas akan membuat siapapun ciut melihatnya.

Malam itu benar-benar malam penentuan bagi Hunian Cakra Dewa, semua ksatria dan para mistik bergulat mempertahankan kota dan nyawanya, belum lagi para Gulot berhasil di atasi sepenuhnya, kini dari arah timur ratusan iblis meluruk menambah suasana makin kacau, jerit pekik dan dentring senjata terdengar di mana-mana, belasan koraban mulai berjatuhan.

Para awam yang tak memiliki kepandaian apa-apa bersembunyi rapat di balik dinding rumah masing-masing, berharap para pelindung mereka berhasil mengenyahkan kuasa gelap yang tengah unjukkan kekuatan.

Di sebelah barat, Penguasa Kuil Salju ganda tertawa saat melihat para penghuni Cakra Dewa kalang kabut atas serangan anak buah dan para beast, berkali-kali tongkatnya berkelebat, mengeluarkan larikan petir yang menghanguskan.

Tapi tiba-tiba muncul serombongan ksatria yang mulai menerjang pasukan Tongkat Petir, itulah pasukan pimpinan Panca Aji.

Anggota Keluarga Harimau bukan manusia sembarangan, rata-rata mereka adalah ksatria kelas satu, begitu mereka turun tangan, sekalipun di bantu para beast, laju serangan pasukan Penguasa Kuil Salju dapat langsung di atasi.

Si Tongkat Petir kertakkan giginya, dengan marah ia segera kiblatkan tongkat menyerang para ksatria.

Dhuar! Dhuar! Berkali-kali ledakan terdengar.

Melihat kegananasan senjata lawan Panca Aji bergerak maju, kini keduanya saling berhadapan.

“Perempuan Siluman, menyerahlah sebelum ujung pedangku menembus jantungmu!”

“Hahaa! Pemuda ingusan, apa yang bisa kau lakukan padaku!” Selesai berucap Sang Ratu mnyambarkan tongkatnya. Melihat serangan, Panca Aji segera berkelit dengan sigap.

Di sisi lain, para ksatria dan Keluarga Harimau Perak saling bahu membahu meredam amukan para Beast dan anak buah Penguasa Kuil Salju. Diantara mereka yang kepandaiannya paling menonjol adalah Arga Kesuma dan Wirabuana, dengan bersenjatakan Cakar Harimau tak sedikit Beast yang dibuat tersungkur ambruk bersimbah darah.

Di bagian Timur, rombongan Abisa telah berbenturan dengan Para Iblis, pertempuran dahsyat terjadi, walau pihak ksatria kalah jumlah, kedua belah pihak tampak seimbang , kegagahan Sang Ketua tak perlu diragukan lagi, dengan bersenjatakan tombak berujung pedang, tiap gerakannya membawa maut. Para Iblis tingkat satupun gentar melihat keganasan sepak terjang Sang Ketua.

Wajah Sang  Pangeran Muda Iblis menegang, mulutnya terkatup, sedari tadi dia belum turun tangan dan hanya mengamati pertempuran, namun melihat banyak pengikutnya yang dibuat roboh oleh Ketua Harimau Perak, mau tak mau membuatnya menjadi gusar.

Heakh! Dengan satu pekikan Sang Pangeran menghela kudanya kearah medan pertempuran.

Seotang Para Mistik melemparkan bola cahaya gaib begitu melihat Sang Pemimpin Iblis turun tangan. Serangan yang membawa hawa panas itu dengan mudah di tepis oleh Pangeran Iblis. Bahkan kemudian telapak tangannya terbuka, selarik cahaya hitam menderu ke arah musuh yang baru menyerangnya.

Bress! Uakhh! Ahli Mistik terjungkal, memuntahkan darah berwarna hitam.

Sang Pangeran mendengus, kemampuannya saat ini telah di dukung oleh ayahnya Sang Iblis Kegelapan, walau harus mengorbankan jiwa, sang ayah puas karena mewariskan sisa kemampuannya pada sang anak, dengan harapan suatu saat akan mampu memimpin para iblis untuk bangkit. Dan malam inilah kesempatan itu, karenanya Sang Pangeran bertekad mengeluarkan semua dayanya untuk meratakan Hunian Cakra Dewa.

Heaa! Kuda Iblis yang ditungganginya menerjang Sang Ketua Harimau Perak, lelaki itu terkejut melihat dua terjangan kaki depan sang kuda. Ia Tarik tali kekang kuda yang ditungganginya, tapi terlambat…

Bress! Eikhhh! Kuda Abisa meringkik untuk yang teakhir kalinya saat dua kaki Kuda Iblis menghujam lehernya, dengan ringan Sang Ketua melompat dari punggung kuda,

Tap! Begitu kakinya mendarat, di silangkannya tongkat pedang di dada. Sang Pangeran muda tertawa penuh kemenangan, tubuhnya meloncat dari punggung kuda, di lolosnya Pedang Elmaut yang tersampir di pinggangnya.

Trangg! Suara dentang dua logam terdengar, saat Sang Pangeran membenturkan pedangnya dengan gelang mestika yang ada di pergelangan tangan.

Tak terasa keringat menetes dari kening Abisa saat menyadari dua senjata yang kini di kuasai Pangeran Iblis.

Kesaktian Sang Penguasa Salju rupanya diatas Panca Aji, pemuda itu merasa sengatan luar biasa saat sambaran petir dari tongkat musuh terpaksa ditangkisnya, hamper-hampir tak kuasa ia menggenggam pedangnya lagi, padahal pedang ditangannya itupun bukan senjata sembarangan.

“Hi hi hii, menyerahlah anak muda, tak mungkin kau menang melawanku! Dengan kegagahan yang kau miliki au berjanji akan memberikan tempat terbaik untukmu di Kuil Salju.”

Panca Aji tak menjawab. Ia salurkan energi di lengannya memperkuat perisai tubuh, menetralisir hawa sengatan yang dirasa pedih. Melihat si pemuda tak mengacuhkannya, Sang Ratu kembali menyerbu kedepan.

Clraattt! Blarr! Kembali terdengar ledakan. Panca Aji yang sudah melambari pedang dengan energi sakti, tak urung kali ini tak kuasa menahan gempuran, tubuhnya terpanting dan terguling ditanah.

Peristiwa yang di alami Panca Aji tak luput dari Arga Kesuma dan Wira Buana, tapi apa daya, mereka sendiri tengah berkutat hidup dan mati menahan serangan para Beast yang tak kenal ampun.

Setelah berhenti terguling, pemuda itu coba bangkit, mulutnya mengalirkan darah kental, rupanya ia terluka dalam. Melihat lawan hamper tak berdaya, Sang Penguasa Kuil Salju melangkah mendekat, walau kagum dengan kegagahan si pemuda, tapi tak membuatnya mengurungkan tangan keji, kembali di angkat tongkat petir ditangannya.

Clraattt! Dherr! Ukhh! Terdengar ledakan dan keluhan, namun bukan dari mulut si pemuda, yagn mengeluarkan keluhan itu adalah Sang Ratu, sedetik sebelum sambaran petir mengenai tubuh Panca Aji, selarik sinar berwarna biru berkiblat memotong serangan, mengakibatkan ledakan dan mendorong tubuh Sang Ratu terhuyung kebelakang.

Asap putih mengepul, dibalik asap tampak sesosok tubuh lelaki tua, ditangannya tampak sebuah perisai terbuat logam berwarna biru.

Mata Sang Ratu melotot tajam, “Ukhh, kau rupanya Tonggak Dewa, ku kira kau sudah mampus!”

Lelaki tua yang tak lain tonggak Dewa tersenyum, “Bagaimana aku rela mati, sebelum menjemput nyawamu Ratu.”

“Keparat! Berani kau sesumbar di depanku!” bentak Penguasa Kuil Salju. Tubuhnya kembali berkelebat, tongkat petirnya mengeluarkan larikan-larikan sinar putih panas menyambar.

Dharr! Dharr! Benturan berungkali terdengar, tiap kali kiblatan petir menyerang, Tonggak Dewa menangkisnya dengan perisai yang ia bawa. Itulah Perisai Dewa Sakti, benda yang ia yakini mampu meredam kesaktian tongkat petir.

Sang Penguasa Kuil Salju mengumpat habis-habisan ketika tiap serangannya taka da yang membuahkan hasil, bahkan perisai lawan mampu mengeluarkan energi biru yang tak kalah mematikan dari serangannya.

Saking kesalnya Sang Ratu bentangkan dua tangannya, tubuhnya melayang ke udara, lajur percik petir melumuri tubuhnya, ia tampaknya tengah mengumpulkan semua energi sakti yang dimilik, demi menghabisi si Tonggak Dewa.

Melihat lawan bersiap mengeluarkan tenaga pamungkasnya, Ki Tonggak Dewa menambah energi yang tersalur pada perisai sakti, benda itu kini memancarkan cahaya biru terang.

Sang Ratu yang kemudian menggenggam tongkat dengan dua tangannya membuat gerakan memukul kearah lawan

Heakhh! Drrrttt! Clapp!

Selarik sinar putih menyilaukan menggebubu melabrak tubuh Tonggak  Sakti, orang tua itu sedikit membungkukkan tubuh dan menangkis serangan.

Dhuarrr! Akhhh!

Benturan keras terjadi, tubuh Ki Tonggak Sakti tejungkal kebelakang saking dahsyatnya benturan. Tapi kondisi Sang Ratu ternyata lebih parah, begitu petir serangannya membentur perisai, selarik sinar berdaya dua kali lipat membalik menyerang ke arahnya, menghantam perempuan itu, tak ampun lagi ia berteriak histeris, tubuhnya terpental jauh kebelakang, dengan keras menghantam bumi.

Brukk! Ukhh! Sang Ratu mengeluh pendek, asap putih mengepul dari tubuhnya yang merah terbakar, tongkat sakti lepas dari tangannya, sedikit gerakan menggeliat, dan akhirnya diam.

Tonggak Dewa bangkit, dengan lemah di dekatinya mayat Sang Ratu, diambilnya sebuah batu Kristal, di pandanginya sejenak, tangan yang memegang Kristal mengacung ke atas, “Hentikan serangan!”

Ajaib! Begitu selesai berucap, para Beast yang tengah mengamuk mendadak berhenti menyerang, dan tampak bingung.

“Kembli ke asal kalian!” ucap Ki Tonggak Dewa lagi bernada perintah.

Para Beast yang semula kebingungan itu kemudian serentak membalikkan badan, tanpa ragu kemudian meninggalkan Hunian Cakra Dewa.

Kini tinggal anak buah Sang Ratu yang tersisa, jumlahnyapun tinggal belasan orang, melihat pemimpin mereka telah di kalahkan dan Para Beastpun telah pergi, setelah saling tatap seperti sepakat merekapun berlompatan meninggalkan arena pertempuran.

Tonggak Dewa menghela nafas setelah semua ancaman berhasil di singkirkan.

Bersambung.

EPISODE SEBELUMNYA | EPISODE SELANJUTNYA

Baca SERIAL RIMBA BARA lainnya.

Kumpulan Cerita Misteri, Cerita Silat, Cerita Horor, Cerita Remaja, Cerita Anak, Cerita Religi, Cerita Lucu, Cerita Sejarah, Cerita Petualangan, Cerita Detektif, Cerita Pendek, Cerita Serial, dll.

Post a Comment