Ki Laksono


Dreg! Dreg! Dreg!

Berkali2 Ki Laksono menendang gelondongan kayu yg malang melintang di sana sini sehabis di tebang di hutan kampung kami.

Setelah puas, ia ambil rokok linting di sakunya dan menyalakannya. Asap putih mengepul dari mulutnya, kemudian ia berpaling ke arahku dan Ki Sumitro yg tengah duduk beristirahat.

"Mau diantar kemana kayu2 ini Mitro?" Tanyanya.

"Ke tempat Bagiyo, penjaga Mesjid, rencananya kayu2 itu mau di gunakan untuk memugar Mesjid, Sono," jawab Ki Sumitro.

Ki Laksono mengangguk,"Ku hitung tadi ada lima belas," ucapnya, kemudian berbalik dan melangkah pergi.

Seperginya Ki Leksono aku berpaling pada Ki Sumitro, "Ki.." tegurku buka suara.

"Iya Den."

"Aku heran, itu tadi kenapa Ki Leksono? Maksudku kenapa ia menendang satu2 kayu2 gelondongan itu Ki," tanyaku penasaran.

"Oh itu, dia lagi memilih, mana kayu yg bisa di angkatnya."

"Di angkat? Maksud Aki diangkat Ki Leksono?"

Ki Sumitro mengangguk.

"Di angkat sendiri Ki?"

Kembali Ki Sumitro mengangguk diiringi senyum, "Aden ndak usah heran, soalnya belum kenal betul Ki Laksono," ujarnya. "Ki Laksono itu punya kelebihan tersendiri, tiap2 barang yg di tendang kakinya masih goyang, pasti bisa dia pindahkan."

Heran aku mendengar penuturan Ki Sumitro, sungguh di luar nalar, secara logika, satu gelondong kayu harusnya perlu beberapa orang untuk mengangkatnya, dan sekarang Ki Sumitro bilang, cukup seorang diri Ki Leksono mampu memindahkan, sungguh tidak masuk akal.

Rupanya Ki Sumitro tahu keraguanku. "Besok aden lihat saja di depan rumah Bagiyo," pungkasnya.

Selesai gotong royong menebangi kayu, kami serombongan kembali kekampung, membiarkan kayu2 yg di tebang bergeletakan begitu saja, untuk menggotong ke kampung, tenaga kami sudah habis seharian menebangi pohon.

Esoknya saat subuh, aku berangkat ke Mesjid untuk sholat berjama'ah. Betapa terkejutnya aku saat kulihat, di depan rumah Bagiyo yg berada di samping Masjid, bertumpuk kayu2 gelondongan, untuk memastikan kudekati tumpukan kayu2 itu, tadi sore saat Isya' belum ada, sekarang kenapa sudah bertumpuk begini?


Ingatanku spontan tertuju pada penuturan Ki Sumitro. "Ki Leksono.. apakah dia...?" Desisku. Kemudian untuk memastikan ku hitung jumlah kayu gelondongan yg bertumpuk itu.

"Satu, dua, tiga, empat, lima, ...., empat belas, lima belas."

Ada lima belas kayu gelondongan bertumpuk disitu.

Sekian. 

Kumpulan Cerita Misteri, Cerita Silat, Cerita Horor, Cerita Remaja, Cerita Anak, Cerita Religi, Cerita Lucu, Cerita Sejarah, Cerita Petualangan, Cerita Detektif, Cerita Pendek, Cerita Serial, dll.

Post a Comment

Previous Post Next Post