ELIANA - Jerat Kematian


Gadis itu berusia 23 tahun, kerja di sebuah perusahaan swasta yang cukup besar dikotanya, Eliana namanya.

Eliana memiliki paras yang cantik, berkulit putih bersih dengan postur tubuh tinggi semampai. Dengan rambut panjang lurus berwarna pirang, tentu membuat banyak pemuda kepincut dengan penampilannya.

Tapi sampai saat itu, belum ada satupun pemuda yang sanggup menaklukkan hatinya, terlebih pula ia masih suka dengan kebebasannya tanpa ada ikatan apapun.

Kedua orang tuanya telah meninggal, sebagai anak tunggal, maka hanya seoranganlah ia menempati rumah mendiang ayah ibunya.

Ada satu yang selama ini dirahasiakan dari orang-orang yang dikenalnya, sebuah kemampuan yang jarang dimiliki orang lain, yakni kemampuan matanya yang tak biasa. Mata Eliana dapat menembus dimensi gaib, membuatnya dapat melihat sosok-sosok makhluk yang tak kasat mata.

Apakah dia takut? Dulu waktu pertama menyadari kelebihannya itu, ia sangat takut, delapan tahun usianya waktu itu, seorang anak kecil bermuka pucat yang dapat menembus dinding, itu makhluk gaib yang pertama dilihatnya, namun seiring berjalannya waktu, Eliana tak merasakan takut, segala yang lihatnya diacuhkannya saja.

Bisa dibilang, walau memiliki perbedaan dengan orang lain, kehidupan yang dijalanimya wajar-wajar saja. Peristiwa yang merubah takdir hidupnya terjadi di suatu malam.

Malam itu, Eliana baru selesai mengerjakan tugas kantor yang dibawanya pulang, kakinya menuju kamar mandi, membasuh muka,  dan menggosok gigi. Selepas itu segera ia masuk kekamar dan membenamkan diri di ranjangnya yang empuk.

Entah berapa lama ia tidur, alam lenanya membawa sang gadis pada satu mimpi yang aneh, mimpi menjejak alam yang serba putih. Selagi ia kebingungan, muncul dihadapannya seorang lelaki tua dengan kumis dan jenggot panjang yang memutih.

"Eliana," suara lelaki tua itu bagai gaung.

Gadis itu tergeragap.

"Jangan takut, aku buyutmu, ketahuilah, kelebihan yang engkau miliki mewaris dariku, mendekatlah, engkau terpilih untuk mengamalkan ilmu-ilmu yang kupunya," lanjut lelaki tua itu lembut.

Secara naluriah Eliana mendekat, kepalanya menunduk, usapan terasa membelai rambutnya, dan hawa hangat seakan meresap ke seluruh tubuh. Rasa hangat itu tiba-tiba berubah menjadi panas.

Akh! kejutnya membuat ia tersadar dari mimpi, keringat dingin membasahi badan, sayup-sayup terdengar suara ditelinganya."Aku Eyang Ismanadi cucu, kenakanlah benda yang kutinggalkan di mejamu, selalu..."

Dalam ragu si gadis bangkit, begitu sampai di samping meja, ia melihat sebuah benda asing, cincin berwarna perak.Tanpa ragu dikenakannya cincin itu di jari manisnya.

Tidak ada sesuatu yang spesial begitu Eliana mengenakan cincin pemberian. Mungkin benda itu hanyalah pertanda eyangnya pernah singgah dalam mimpinya.

Menjalani rutinitas harian dan melupakan mimpi itu yang dilakukan si gadis. Namun rupanya mimpi yang dialaminya bukan sembarang mimpi, karena ia merasa tak sama lagi semenjak kejadian itu. Ia merasa pandang mata, dan pendengarannya makin tajam, serta rasa percaya diri dan keberaniannya makin meningkat.

***

Di sebuah sudut kota, malam itu rembulan hanya bersinar separuhnya, seorang gadis muda  cantik berpakaian seksi tampak berjalan dengan tergesa sembari menggerutu. Wajar ia sebal, hampir setengah malam ia mangkal ditempat biasa, tak satupun pelanggan di dapatnya, maka akhirnya diputuskan untuk pulang ke tempat kostannya.

Menyusuri jalan sepi sendirian sudah hal biasa baginya, tak ada rasa takut atau khawatir sedikitpun. Kurang dari lima menit menurut perhitungannya sampai nanti di gang masuk tempat indekostnya.

Wajahnya terangkat, saat di satu belokkan, di pinggir sebuah taman, seorang lelaki yang bersandar di pohon melambaikan tangan. Senyum muncul di wajah si gadis. Ia segera menghampiri, lelaki yang mengenakan jaket gelap menanti dengan senyuman pula.

"Butuh pelayanan?" tanya si gadis tanpa basa basi. Cepat si lelaki mengangguk.

"Dimana?"

Lelaki itu mengarahkan tangannya ke dalam taman yang agak gelap, "Di situ?"

Meragu sesaat, si gadis akhirnya mengangguk, tak apalah, satu pelanggan setidaknya bisa mencukupi kebutuhannya untuk esok hari. Ia pun melangkahkan kaki, mengikuti si lelaki yang telah berjalan mendului masuk ke taman.

Mungkin si gadis tak menyadari, itulah malam terakhir baginya, karena begitu ia merebahkan tubuhnya di rerumputan di samping sebuah bangku, bukan belaian yang diterimanya, tapi seutas tali yang dikalungkan dilehernya, dan tarik dengan kencang oleh dua tangan kukuh si lelaki misterius. Ouch! Teriakan tercekik keluar dari tenggorokan si gadis, tangannya menggapai-gapai, namun kekuatannya tak sebanding dengan lawan. Krek! Tulang lehernya patah, gadis malam itu mati dengan lidah terjulur dan mata melotot.

Esoknya penduduk kota geger, saat diketemukan sesosok mayat perempuan yang tergantung dengan tali di sebuah taman. Pembunuhan, itu hasil investigasi aparat.

Entah mengapa kuduk Eliana mendesir saat ia mendengar kabar kematian, walau demikian ada rasa yang tak bisa diungkapkannya, perasaan ingin tahu siapa pembunuhnya.

Maka beberapa malam kemudian, si gadis dengan sengaja berjalan seorang diri menyusuri kota, disengajanya melintasi tempat-tempat gelap. Penasaran melampaui rasa takutnya, hanya satu yang ingin di lakukannya saat itu, yakni mengungkap pembunuh yang menjerat korbannya dengan seutas tali.

Semenjak mimpi bertemu dengan Eyang Ismanadi, Eliana memang agak berbeda, kemampuan fisiknya yang berubah drastis itulah mungkin penyebabnya, dengan enteng saja kakinya melangkah tanpa ragu. Instingnya bahkan mengabarkan, hawa maut membunuh terbawa bercampur dengan dinginnya angin malam yang semilir.

Beberapa sosok gaib di jumpainya sepanjang jalan, tapi tak ada yang menarik perhatiannya, ia hanya merasa bukan mereka pelakunya. Kakinya terus melangkah, menyusuri pekatnya jalanan yang sepi.

"Hai!" Satu suara memanggil. Eliana menoleh, seorang lelaki duduk sendirian di sebuah bangku di pinggir jalan. Suasana yang sepi mau tak mau membuat si gadis meragu, cuma sesaat, di lain kejap ia melangkah mendekat.

"Hai," balasnya sembari tersenyum.

"Sendirian?" tanya lelaki itu. Kini si gadis dapat melihat lebih jelas. Orangnya masih muda, mengenakan jaket berwarna gelap.

Si gadis mengangguk.

"Pulang atau hendak kerja?" tanya si lelaki lagi.

"Pulang," jawab si gadis berbohong.

Lelaki itu tampak curiga, ia pandangi gadis di depannya penuh selidik. dua tangannya yang sedari tadi ada di dalam kantung jaketnya tampak bergerak-gerak.

"Ingin mengobrol?" balik tanya Eliana memberanikan diri.

Hening. Beberapa saat kemudian kepala lelaki itu mengangguk-angguk.

"Aneh," ucap lelaki itu seakan bicara dengan diri sendiri.

"Apanya yang aneh?" balas si gadis.

Sebersit cahaya tajam keluar dari mata si lelaki. "Kau."

"Eh, kenapa aneh? Apaku yang aneh?"

"Perempuan muda dengan pakaian rapi berjalan sendirian ditengah malam, bukankan itu aneh.."

Apakah lelaki ini si pembunuh? Dan dia mencurigaiku? Pikir Eliana. Menyadari itu dicobanya mencairkan suasana.

"Tak ada yang aneh, aku memang pulang dari tempat kerja, lembur, dan apesnya kawanku yang biasa mengantar pulang sudah kabur lebih dulu," kata si gadis diakhiri dengan gaya muka cemberut.

Lelaki itu mengangguk-angguk, "Oh demikian, pantas saja." Pandangnya menatap kejalan yang semula akan dilalui si gadis. Kemudian menoleh memandangi Eliana dengan senyuman. "Baiklah, kurasa memang tak aneh, emm,, bisakah kita ngobrol sebentar, aku agak suntuk di rumah sendirian, aku janji akan menemanimu pulang nanti." pungkas si lelaki muda itu.

Eliana tersenyum, "Baiklah."

Si lelaki muda mengeluarkan tangan dari saku dan memberi isyarat si gadis duduk di sampingnya.

Gadis itu tanpa ragu duduk di samping lelaki itu.

"Tidakkah kau dengar berita itu?" tanya si pemuda sesaat si gadis mendudukkan pantatnya.

"Berita apa?"

"Gadis yang mati dengan leher terjerat." jawab si pemuda ringan.

Berdetak jantung si gadis.

"Ya aku mendengarnya, bunuh diri, bukankah begitu?"

"Bukan.Tapi terbunuh."

Gadis itu menoleh, "Bagaimana kau bisa yakin?"

Tak ada jawaban, pandang mata lawan bicaranya mengarah lurus kedepan, seperti hendak menembus gelapnya malam di kejauhan, tapi kemudian pandang matanya beralih ke arah si gadis, dan bibirnya membuka, "Karena aku yang membunuhnya..."

Spontan Eliana beringsut dari duduknya, berdiri dan memandangi tajam lawan bicaranya. "Kau sedang main-main bukan?"

Si lelaki menggeleng, tangan satunya yang semula masih berada dalam jaket keluar, seutas tali panjang tergenggam. "Lihatlah." Seringai keji mendadak tersungging di bibir si pemuda.

"Kau.." sepatah kata keluar dari bibir si gadis, jari telunjuknya menuding kaku.

Dengan tenang si pemuda bangkit berdiri. "Kau tidak sedang pulang kerja, bukankah begitu?"

Eliana menelan ludah. "Bagaimana kau tahu?"

Gerakkan kepala si pemuda mengarah ke jalan di belakang si gadis. "Jalan dibelakangmu itu.. jalan buntu."

"Ohh," keluh si gadis. Bodohnya dia, lagipula mana dia tahu kalau jalan yang akan dilaluinya jalan buntu?

Si pemuda gerakkan kaki selangkah maju, "Jadi.. siapa kau...?"

Hening, mulut si gadis terkunci tak memberi jawaban.

Melihat gadis di depannya bergeming, si pemuda bentangkan tali dengan dua tangan, "Hmm, baiklah."

Tiba-tiba tubuh lelaki itu berkelebat melompat, menyambarkan tali keleher sii gadis. Reflek Eliana melompat menghindar. Tak mau korbannya lepas, si pemuda terus memburu, terjangan-terjangannya mendesak si gadis.

Eliana yang memang telah memiliki kelebihan semenjak peristiwa bermimpi bertemu dengan Eyangnya, dengan lihai menghindari semua serangan. Agak heran sendiri ia dengan kemampuannya itu, seakan tubuhnya tanpa diminta dapat bergerak dengan sangat lincah.

Melihat lawan terus menyerang dengan membabi buta, si gadis ubah gerak, kini ia bukan cuma sekedar menghindar, tapi mulai melakukan serangan-serangan balik. Dalam waktu singkat si lelaki misterius itu keripuhan dengan gempuran serangan Eliana.

Buaghh! Satu tendangan keras menghantam tubuh lawan, pemuda itu jatuh terpental dan menghantam keras jalanan beraspal.

Melihat lawan terkapar, si gadia hentikan serangan, diamatinya tubuh itu. Diam tak bergerak cukup lama. Matikkah dia!? Baru saja ia memikir kesitu, kejadian aneh terjadi, tubuh si pemuda tampak bergerak bergetar. Getarannya makin kuat, terdengar suara seperti geraman.

Dari tubuh itu tiba-tiba keluar asap hitam, yang makin lama makin pekat, dalam tempo singkat membentuk sesosok tubuh, tinggi besar.

Eliana terpana, di samping tubuh si pemuda kini berdiri makhluk dengan sorot mata merah, jari-jarinya memiliki kuku-kuku yang panjang.

Harrgh! Makhluk itu menggeram. Taring-taring panjang mencuat dari mulutnya. Tubuhnya yang tinggi besar tiba-tiba berkelebat, sepasang tangan dengan cakar tajam buas terpentang, seakan ingin mengoyak tubuh si gadis dalam satu serangan.

Sang gadis kembali bergerak, melompat kesana kemari menghindari serangan. Serangan yang begitu cepat membuat Eliana terus melompat-lompat mundur, selagi sibuk mengatasi serangan lawan, jari manis yang tersemat cincin perak tampak bersinar. Sebuah dorongan gaib menuntunnya memukulkan tangan kanannya itu kedepan.

Splash! Selarik sinar berwarna putih menggebubu, mengantam tepat tubuh si makhluk yang tengah bernafsu menyerang.

Duaghh! Arrkhh! Cahaya itu tepat menghantam dada si monster, raung kesakitan menggema, tubuhnya terlontar kebelakang dengan keadaan terbakar.

Arrghh! Tubuh makhluk itu melejang-lejang, pekikannya makin lama makin melemah, seiring dengan letupan api yang memercik menghanguskan tubuhnya yang besar.

Kini yang tersisa dari tubuh lawan hanyalah seonggok arang yang menghitam. Eliana menurunkan tangan kanannya yang sedari tadi terangkat mengacung kedepan, di hela nafasnya yang tertahan cukup lama. Setelah puas memandangi onggokan arang didepannya, kakinya melangkah, semua sudah berakhir pikirnya.

Di ujung sana tubuh si pemuda tampak bergerak-gerak lemah, tapi si gadis tak menggubrisnya, ia menyadari, raga si pemuda itu hanyalah sebagai budak dari bersemayamnya si monster pembunuh sesungguhnya, dengan tamatnya riwayat si monster, pastilah nafsu membunuh akan sirna dari diri si pemuda begitu ia siuman.

Angin dingin terasa sejuk bersentuhan dengan kulitnya yang berkeringat, tatapannya yang tajam menembus pekatnya malam. Ini barulah permulaan, gadis itu yakin akan banyak peristiwa menarik akan di jumpainya nanti, namun untuk malam ini cukuplah, yang ingin dilakukannya saat itu ialah, pulang dan mandi air hangat.

Sekian.

Baca SERIAL ELIANA Lainnya

Kumpulan Cerita Misteri, Cerita Silat, Cerita Horor, Cerita Remaja, Cerita Anak, Cerita Religi, Cerita Lucu, Cerita Sejarah, Cerita Petualangan, Cerita Detektif, Cerita Pendek, Cerita Serial, dll.

Post a Comment

Previous Post Next Post