Rangkaian Kata Jiwa yang Bukan Ia


Kakiku melangkah menuju teras rumah, sebuah kursi tua terbuat dari kayu berukir ada di pojok. Sebuah pot bunga besar tepat berada disampingnya. Dan seperti malam-malam sebelumnya, kini pula aku duduk di kursi itu sembari memandang pekatnya malam.

Terlihat diangkasa, biarpun gelap, masih jua ada satu titik cahaya, seakan merupakan gambaran satu titik yang dituju pelbagai manusia, dengan jalan dan caranya yang berbeda-beda. Kebenaran yang hakiki. Tapi sayang, manusia sering tergelincir dengan akalnya sendiri. Mencipta sebuah dunia, dunia imagi. Berapa Banyak? Mungkin tak nanti terhitung, sebanyak berapa kali manusia pengkhayal mencoba lena tergantung pada khayalnya.

Namun itulah uniknya manusia. Insan di dunia penuh keelokan, sungguh nikmat mencermati satu dan satu. Manusia punya ke khasan tidaklah sama, aku bilang unik disebab diri tiap pribadi ada minat, bakat, dan kesukaan yang berbeda. Demikan selanjutnya berbaur dalam hidup, yang muskil menghindarkan pertemuan dari yang lain, maka bila tiba berinteraksi, ialah yang diwujudkan mencari diri pribadi yang sebagiannya memiliki kekhasan yang serupa. Bilakah berjumpa yang berbeda? Awalnya pemahaman tadi sudah seharusnya membuat kesadaran, sehingga wujud dalam pemakluman. Sekiranya demikian, setidaknya mempersempit ruang perbenturan.

Kalian tahu? Aku bukanlah dia yang nyata menghuni rumah ini, aku adalah gambaran tak kasat mata menyerupainya. Aku adalah aku, biarpun laku dan sosokku menyerupai dia, tapi aku bukanlah dia.

Seringkali tanpa ia sadari aku berada begitu dekat dengannya, bertukar bicara melalui alam fikirnya tentang banyak hal. Katakanlah, aku ianya yang gaib. Bila indra-indra terbiasa merasai hawa diluar diri kala sendirian, sudah pasti adalah wajar bila yang gaib akan meraih sesuatu untuk dijadikan pertemanan. Hal itu adalah suatu kewajaran, karena sama-sama nyaman dalam kebersamaan.

Ia yang bukan aku seorang penulis. Ketika satu kali kugelitik dengan pertanyaan, untuk apa menulis? Ia menjawab, "Sebagai pelipur hati yang resah dari belum nyata keberartiannya.."

Sungguh jawaban seorang yang pesimistis.

Bukan tanpa sebab ia menjadi seperti demikian, aku tahu betul kegairahan dan semangat sempat mengggelora di dadanya beberapa kali, ialah kusebut dengan masa Lautan Cinta Bergelora.

Dan juga tak silap aku pada babak ia tumbuh kekecewaan, kudengar betul bagaimana ia bersyair dalam hati, "Dianya mengusik hati dengan ganjalan, umpama bermimpi mungkin dapat dipadankan dalam impian yang kedua, dimana pesona yang tertebar itu melampaui kembang tidur yang biasa. Aku mengingatkan kembali pada hilangnya logika, dimana saat tiap jaga dan lena hanya indah wajahnya yang terhidang. Tersulut gairah oleh pelita pancaran ayu, mengikis ketidakmungkinan menjadi tergambar jelas dalam berlembar-lembar catatan maya.  Takdir adalah misteri, penyesalan ada dihujung hari, sekiranya diperkenankan, maka ianya tidak jadi demikian, yang ada simpangan salah yang harus dilalui. Dalam jutaan masa rasanya sudah, hening alamku tanpa bayang sang bunga, yang hilang, raib melanjutkan langkah, tanpa hiraukan hasrat dari kucing kecil tak bermodalkan rupa dan kasta. Diam sejuta pilu, mencoba menguak kabut keberadaan tapi tertahan oleh malu, semua tlah tiada asa tuk merangkapnya dalam sangkar, hanya menyisakan kerinduan tiada berpanjangan, tanda getar itu masih ada."

Menyedihkan, tapi itulah yang terjadi. Syair luka untuk sang pujaan hati. Dan masih punya mukakah dia untuk menatap dunia?

Bisa dibilang betapa ia menahan dengan kegetiran apa yang melanda, Seringkali kudengar emosi yang meluap meracau dari bibirnya. "Sekiranya diperkenankan tentu akan kubalas lebih lagi," dan di kala itu aku berbisik lembut di sanubarinya, hingga ia terhenyak, dan sesaat berpikir, "Tapi ada sesuatu yang menahan, seakan berucap.. Jangan! Biarlah ada beda kamu dengan ia.. karena begitulah seharusnya Dunia.."

Sakit. Terkadang kasih tak sampai bisa membuat manusia menjadi sakit.

Pasti kalian makin bingung dengan jati diriku, Sedangkan aku adalah aku. Ada sifat diri seperti manusia yang kumiliki. Apa-apa yang aku sukai dan menurutku bermanfaat itulah yang aku pasti anjurkan. Apa-apa yang tidak aku sukai dan menurutku merugikan pasti aku larang. Dan apa-apa yang tidak aku lihat manfaat dan kerugiannya maka aku biarkan. Itulah aku, mungkin juga kamu, atau mereka.

Bilapun tidak sama, itu tergantung mau seperti apa kita? Karena kita adalah unik setiap pribadi, maka apa diri kita harusnya jadi pilihan, persoalannya adalah ada bagian dari keunikannya yang mencari jodohnya, bila tak ia temukan maka sering pula saat kuasa dan pengaruh ada, diusahakan dengan berbagai cara dan tanpa di sadari, keunikan itu tiada.

Mencoba terlihat bijak, eh.

Biarlah, sekali-kalipun tak mengapa, toh kita tanpa disedari mempunyai potensi tak terhingga. Cobalah sejenak merenungi berbagai peradaban yang telah dicapai manusia, maka akan sampai pula kesimpulan, "Bila pribadi manusia bersih dari noda ganggu, mungkin sekali potensi yang mengendap dari satu manusia saja, akan meluap sampai batas tiada pasti."

Sayangnya sering pula manusia silap dengan gemerlap duniawi, maka kembali akan timbul secebis renungan akan segala yang telah dicapai manusia. Membangun menuju masa depan yang lebih baik ataukah..? Bilakah sampai masanya sumber-sumber itu habis terkelola, dan manusia-manusia yang ada dipenuhi dengan cita-cita mencapai kehidupan yang lebih baik kembali harus mengoreksi segala usahanya? Dan yang karenanya meninggalkan keringkihan pada tingginya semua apa yang telah dicapai?

Ah, sudahlah.

Pernah aku duduk diam sambil mencermati cerita yang tengah di garap ia yang bukan aku. Cukup menarik, judulnya Jalan Menuju Langit. Menceritakan satu tokoh bernama Tom.  Adalah Tom, ia hanyalah makhluk fana yang kebetulan berjalan dipermukaan bumi karena nasibnya menentukan demikian. Sayapnya telah patah, dan kapal yang selalu menghantarnya mengelilingi alam terkubur dalam dangkal berlumpurnya telaga hitam. Ia sadar dimana kini ia berada, diantara spesies-spesies yang serupa tapi beda pola pemikiran. Dan itulah yang membuat Tom sering lupa dalam menempatkan derajatnya, karena tak terima dengan budaya yang bukan miliknya. Pandangan meremehkan dan merendahkan mungkin tak luput dari manusia disekitarnya. Sayangnya mereka tak berdaya, karena bagaimanapun Tom adalah spesial, ia adalah kesayangan dalam kebencian terendap yang sesungguhnya. Pada suatu hari Tom termenung memandang langit setelah puas melenggang kesana kemari dengan keangkuhannya. Ditatapnya bintang-bintang malam yang bersinar, bukan cuma satu, tapi tak terhitung jumlahnya, menebar menghiasai alam gelap. Tersadar Tom akan keberadaannya, memanglah jutaan bintang itu tak sama ukurannya, tapi terlihat sama indahnya, dan mungkin demikian juga keberadaan makhluk, bukan karena ukuran yang dinilai, lebih kepada kebermanfaatannya yang bermakna.

Dan ada pula satu cerita lainnya yang cukup menggelitik pikiranku. Yakni Dua Pribadi dalam Kejujuran Diri. Kisahnya menceritakan tentang dua manusia jujur. Manusia Jujur Pertama, Katakanlah Tono namanya, belasan tahun mengabdi dimana tempat ia bekerja, berbagai tugas ia emban dengan baik, semua memandangnya sebagai tenaga yang dapat dimintai bantuan, dan berbuah makin banyak tugas diberikan padanya, bahkan untuk tugas yang selayaknya tidak dipasrahkan untuk dirinya. Tono berfikir, sekiranya terbiar terus demikian, akan makin menumpuklah bebanan yang ia tanggung, sedangkan penghasilannya tak menunjukkan perubahan. Maka Tono mulai memasang label harga pada tugas tambahan yang diberikan padanya. Apa yang terjadi? Berubah semua pandangan orang padanya, dan ia dikenal sebagai pribadi yang selalu mengharap pamrih untuk apa yang ia lakukan, orang-orang mulai tak percaya dan menjauh darinya.

Manusia Jujur Kedua, Katakanlah Toni namanya, belasan tahun ia bekerja dimana tempat ia mencari penghasilan, bermacam tugas diberikan dan dilaksanakan dengan baik, penuh tanggung jawab dan kejujuran, oleh karena itu, berbondonglah orang menemuinya memberikan tugas, bahkan untuk tugas yang sebenarnya bukan seharusnya ia kerjakan. Toni berfikir, memang berat yang ia rasa, tapi semua itu adalah langkah awal baginya untuk meraih rasa suka manusia padanya, oleh karena itu tetaplah ia selalu menerima segala tugas yang ia berikan, walau sering pula dirinya berkeluh kesah dengan segala berat yang ia rasa. Maka makin mendapat hatilah ia oleh pimpinannya, dan pula orang-orang lain yang membutuhkan jasanya, Toni makin dipercaya, dan orang-orang makin dekat padanya. Tiap kali ada pekerjaan yang memiliki penghasilan tambahan, pimpinan memberikan pada Toni, dan begitu juga orang-orang yang merasa berhutang jasa padanya, dan makin makmurlah kehidupan Toni.

Entah menurut kalian, mungkin tidak ada kaitannya dengan cerita, yang jelas melintas tentang pribadi manusia yang merupakan dua sisi mata uang. Dalam Hidup ada Baik, dan Buruk. Ada Hitam dan Putih. Ada dua sisi yang berbeda. Satu dan yang lain tak sama, satu dan yang lain berusaha lebih dominan.

Dua hal tersebut  terkadang kita lupa ada pada diri kita pribadi. Layaknya dua buah sisi mata uang, ada bagian yang berbeda satu dan lain. Adakala dimana hidup kita dipenuhi dengan hal-hal baik, dan adakala hidup kita dipengaruhi hal-hal yang buruk, sehingga terwujud dalam perilaku, maka dari itu, adalah layak ungkapan, 'Tiada manusia yang sempurna didunia.' Baik dan buruk pula sering tergantung dari sisi mana kita melihat, seperti sebuah keberpihakan, maka dimana bagian kita berpihak selalu kita anggap hal baik, selalu sesuatu yang sesuai dengan kita akan kita anggap benar, begitu pula sebaliknya, sisi yang lainnya akan selalu kita pandang buruk, karena biasanya bertentangan dan tidak sesuai dengan kita.

Kesadaran yang kita peroleh adalah, masing-masing sisi punya penyuka, oleh sebab itu tak usahlah berpikir menjadi insan yang mutlak dicintai atau diterima keberadaannya oleh setiap makhluk, karena hal tersebut adalah sulit. Cukuplah berperilaku sebaik-baiknya perilaku yang kita mampu, karena bercapai susah kita membujuk hati bila hati itu tertawan pada sisi lain, maka sia-sia semua usaha kita. Beda halnya bila hati itu tertawan oleh bagian yang ada kita didalamnya, maka apa pula fitnah atau perumpamaan jelek pada diri tentu takkan melunturkan rasa cinta yang telah tertanam dan pasti dianggap hanyalah sebuah bualan.

***

Kuuk! Kuuk!

Hmm.. Burung hantu yang mengejutkan. Heran juga mengapa aku bisa terkejut. Bukan sewajarnya demikian. Mungkinkah karena terlalu lena dalam lamunan?

Pukul berapa ini? Kutengok sekejap jam dinding di ruang tamu. Pukul dua. Masih cukup panjang hingga menjelang pagi. Aku bangkit, kakiku melangkah menuju sebuah kamar. Kamar ia yang bukan aku.

Lelaki itu, belum tidur juga ia rupanya. Masih asyik menyandarkan badan di kursi, dan pandang mata menatap langit-langit kamar. Aku menggeleng-geleng.

Mencari inspirasikah ia? Ataukah mengingat kembali kekasih lama yang telah melukai?

Seandainya yang kedua, kuharap ia tak mencari peti sensasi. Bila menangis karena sedih, dan tertawa sebab senang, itulah wajar. Dan bila terjadi sebaliknya, kesedihan dan senang sudah melampaui batasanya. Karena tak selalu semua keinginan bisa kita raih. Harusnya tumbuh kesadaran, bila terjadi demikian, maka usahlah merutuk pada langit, atau menuding-nuding manusia.

Mungkin yang sedemikian itu pantas kubisikkan padanya, tapi tidak sekarang, mungkin nanti. Aku ingin merebahkan tubuh beberapa kejap. Asal kalian tahu, bukan mauku terlihat malas, aku terbias dari perilakunya.

Cuma satu pesan morilku bagi sang pengeluh. Biarlah dunia mengerjai dengan semaunya dan sepantasnya. Dan biarlah alam tak mendekat dengan ramah dan hujan kedamaian malas menghibur hati yang lemah. Tak jauh dari hadapan ada ruang yang tersisa untuk ditinggali, bukan ruang yang biasa dalam kemalasan yang terbit karena merasa dikhianati. Adalah ia merupakan sebuah keniscayaan balasan bagi yang terus maju, maju menantang kegagalan dan kekecewaan, menghadapi dunia yang unik bagi manusia yang khas.

Sekian.

Kumpulan Cerita Misteri, Cerita Silat, Cerita Horor, Cerita Remaja, Cerita Anak, Cerita Religi, Cerita Lucu, Cerita Sejarah, Cerita Petualangan, Cerita Detektif, Cerita Pendek, Cerita Serial, dll.

Post a Comment

Previous Post Next Post