Pendekar Pedang Kilat Petir



Werdadu tertawa mengekeh melihat Ki Jiwo Sekti terkapar ditanah dengan tubuh bermandikan darah. Kesaktian Keris Nagapasa terbukti sudah, sekalipun terkenal digjaya, ternyata kulit renta Ki Jiwo Sekti alias Topeng Waja tak mampu menahan ketajaman keris ditangannya.

"Mampus kau tua bangka! Ha ha ha ha...!"

Ki Jiwo merintih memegangi perutnya yang terluka, dia tahu, nyawanya tak mungkin tertolong, selain ampuh luar biasa, Keris di tangan musuh lamanya itu mengandung racun yang sangat ganas, tubuh bagian dalamnya terasa panas terpengaruh racun.

Matanya nanar memandang Werdadu. Belasan tahun yang lalu ia memang pernah bertempur dengan lelaki tinggi besar bercambang bauk itu. Werdadu yang berjuluk Cakar Pembawa Maut tengah melakukan pembantaian atas satu desa hanya di dorongkan nafsu membunuhnya yang pekat. Sebagai golongan putih tentu ia tak tinggal diam, di hajarnya Werdadu, setelah puluhan jurus bertanding, berhasil ia memukul telak tubuh lawan. Tapi ia bukan Werdadu, melihat lawan tak berdaya muncul rasa iba, dan di putuskannya untuk membiarkan Werdadu pergi asal mau bertobat.

Ternyata keputusannya dulu untuk membiarkan Werdadu bernafas berbuah pahit. Pagi tadi bukit tempat ia bertapa di gemparkan oleh kedatangan Werdadu bersama komplotannya, mereka mengamuk. Ia yang sedang bersemedi tak urung terganggu, semula ia yakin dengan kemampuan empat anak muridnya yang telah mewarisi hampir seluruh ilmunya, tapi hatinya goyah saat di dengarnya teriakan kesakitan dari murid-muridnya. Lantas ia keluar dari tempat bersemedinya, pemandangan tragis terlihat di pelataran tempatnya tinggal, belasan sosok tubuh terkapar, termasuk empat muridnya yang sudah tak bernyawa.

"He he he.. kau harus bangga lelaki tua... empat muridmu benar-benar jago unggulan, belasan tokoh sakti kubawa... ternyata ke sini hanya jadi pecundang... cuihh! Manusia tak berguna..!"

Itu yang diucapkan oleh Ki Werdadu. Kontan Ki Jiwo murka, "Manusia tak tahu di untung!" teriaknya sambil melompat ke arah lawan.

Begitulah, kembali puluhan bahkan ratusan jurus ia bertempur melawan Werdadu. Pantas lelaki bercambang bauk itu berani menyatroni padepokannya, nyata memang tingkat kepandaiannya meningkat sangat pesat, seharusnya ia bisa melibas Werdadu, namun ketika lawan mengeluarkan Keris Pusaka Nagapasa, ia terus terdesak hebat.

Seandainya senjata pusaka andalannya belum lagi diserahkan pada murid paling berbakatnya, mungkin akhir pertarungan tak seperti ini. Begitu berhasil menghujamkan keris Nagapasa ke tubuh lawan, sambil masih tertawa ia tinggalkan tubuh Ki Jiwo sendirian, Werdadu sangat yakin, musuhnya tak mungkin selamat setelah tertikam pusaka andalannya.

Ki Jiwo kini sendiri, kesadarannya hampir habis.. pandang matanya sudah mulai kabur...

Guru...! Guru..!
Tiba-tiba satu suara terdengar memanggil.. walau sudah di ambang maut, tak nanti ia lupa akan suara murid kesayangannya, murid paling berbakat yang pernah ia punya, si Padma Teja.

Kini ia bisa merasakan dua buah lengan kekar memeluknya, terdengar suara isak dari orang yang baru hadir... "Guruu... ohh.. guruu.. kenapa ini terjadi..."

"Padma... kaukah ini..  ?"

"Benar guru..."  jawab muridnya sambil terasa pelukan yang makin erat ke tubuh Ki Jiwo Sekti.

Padma adalah murid termuda yang dimiliki Ki Jiwo Sekti, biar begitu pemuda yang kini tergugu pilu ini memiliki bakat luar biasa dalam ilmu kepandaian, hanya dalam kurun waktu delapan tahun semua kepandaian yang dimiliki Ki Jiwo Sekti berhasil di kuasainya.

Delapan tahun yang lalu saat Ki Jiwo melakukan satu perjalanan, lewatlah ia di sebuah perkampungan, sebuah kampung yang kondisinya rusak parah, banyak sosok tubuh manusia terkapar tak bernyawa. Perampokan, yah, itulah yang terjadi. Dan di kampung itulah ia melihat Padma, seorang pemuda berusia sembilan tahun, sendirian memeluk sambil memanggil pilu tubuh orang tuanya yang tak bernyawa. Bengis ulah manusia, tapi memang demikian kehidupan ini, saat manusia di penuhi nafsu dan ambisi, yang ada seringkali tak menghiraukan kemanusiaan.

Dibawanya Padma ke tempat ia menepikan diri, diajarinya berbagai ilmu silat yang dimilikinya. Girang hatinya saat melihat kemajuan murid barunya itu yang demikian pesat, ia merasa telah menemukan pewaris ilmunya yang sejati.

Setelah semua ilmu diturunkan, dimintanya Padma untuk turun gunung, mengamalkan segala ilmu yang dimiliki untuk bebuat kebajikan menolong sesama. Sedang ia sendiri sudah lelah untuk berpetualang, sudah lama tak dicampurinya segala urusan dunia persilatan. Bermeditasi, dan memberikan wejangan kepada murid-muridnya yang lain, itulah yang aktif dilakukannya.

Ahhh.. nafas Ki Jiwo makin perlahan, pandang matanya sudah menghitam, ia puas dengan segala yang telah dicapainya, tak ada lagi keraguan untuk menyambut alam berikutnya, bibirnya tersenyum....

"Oh.. Guruu... jangan pergi guru..." Padma panik melihat gurunya yang lemah terdiam, di salurkannya energi murni ke tubuh gurunya, tapi rupanya usahanya tak membuahkan hasil, Sang Pencipta telah memanggil guru kembali kepangkuan-Nya.

"Guruu....!!" teriakan histeris Padma mengagetkan segala satwa, burung-burung beterbangan kesana kemari, Padma masih tak rela gurunya telah wafat, beberapa kali di guncang-guncangkannya jasad gurunya, ia sangat berduka kehilangan orang yang dicintai dan sangat dihormatinya, orang yang telah mengangkatnya sebagai putra, murid, dan keluarga, Padma sangat sedih hatinya, ia terisak begitu lama di sambil memeluk tubuh gurunya.

Sungguh biadab orang yang telah membunuh gurunya, apalagi ia lihat juga mayat-mayat saudara seperguruannya, tergeletak diantara mayat orang-orang yang tak dikenalnya, siapa yang telah membunuh gurunya? Setahunya sang guru tak pernah ada tandingnya,  apalagi di perisai oleh empat saudara seperguruannya yang telah malang melintang di rimba hijau. Empat Naga Timur, siapa yang tak ngeri mendengar julukan empat saudaranya, tiap kali ada angkara murka, empat saudaranya tak segan-segan menumpasnya.

Setelah lama ia memeluk jasad sang guru, perlahan direbahkannya jasad yang mulai mendingin itu, Padma bangkit. Balas dendam dilarang oleh gurunya, membasmi kejahatan itu yang selalu di wejangkan padanya, kini telah dilihatnya sendiri perbuatan jahat di depan kepalanya, siapapun pelakunya harus dihukum. Mencari tahu biang hitam di dunia yang begini luas pasti alangkah sukarnya, hanya satu cara yang cepat menyelesaikan langkah si manusia pembawa petaka itu, Pusaka warisan gurunya, yah, pusaka yang telah menyatu dengan tubuhnya yang akan mencegah si pelaku kembali berbuat telengas.

Tatap mata Padma tajam kedepan, ia luruskan rangan kanannya kebawah, dari tubuhnya mengalir hawa panas menuju genggaman tangan.

Drrrrt!

Tiba-tiba selarik cahaya berwarna putih panjang menyeruak dari telapak tangannya, sinar putih panjang itu membentuk wujud semacam pedang yang kini di genggamnya, hawa panas menyelimuti area disekitarnya.

Itulah Pedang Kilat Petir warisan gurunya, pedang itu mengeluarkan percikkan kilat petir, ia acungkan pedang ke arah jasad sang guru.

Drrt! Pedang Kilat Petir melesat lepas dari tangannya, bergerak melingkar seperti ular  berputar di sekitar tubuh Ki Jiwo.

"Jemput nyawa pembunuhnya!" teriak Padma. Seakan bernyawa, Pedang Kilat Petir kembali melesat, kini melesat menuju langit dan berbelok kearah utara.

Di tempat lain, Werdadu yang telah selesai urusannya dengan Ki Jiwo mengisi perut di sebuah rumah makan, dasar wataknya yang kasar, begitu sampai dirumah makan ia langsung mengusir semua pengunjung yang ada, ada satu yang membandel, seorang pemuda yang tampaknya punya kepandaian, naas, yang di hadapi si pemuda adalah Werdadu, tokoh kosen yang kini ilmunya sukar di jajagi, dengan sekali gebrakan si pemuda terlontar keluar sembari muntah darah. Masih untung Werdadu puas dengan kondisi musuhnya yang terluka parah dan terbanting mencium tanah. Ia hanya ganda tawa dan membiarkan ketika beberapa orang memapah pemuda itu menjauh dari rumah makan.

Werdadu lantas menikmati makan dengan lahapnya, kerikil besar sudah di singkirkan, diangan-angannya, dalam waktu dekat ia akan merajai dunia persilatan dan bergelimang kemewahan, mulutnya menyunggingkan senyum.

Selagi ia makan, telinganya yang tajam mendengar suara berkeredep melesat dari kejauhan, sontak ia tolehkan wajahnya keluar warung, satu sinar putih berkilau meluncur cepat dari langit, ehh..

Glarr!

Akhh! Hanya sepenggal teriakan yang mampu keluar dari mulut Werdadu, kejap berikutnya tubuh besar lelaki itu terbanting dari duduknya. Hangus. Angan-angan Werdadu pupus, seiring dengan keluar nyawa dari raganya.

Pedang Kilat Petir, demikian nama pedang itu, sebuah pedang dari inti petir, mampu bersemayam menyatu dengan pemiliknya, ledakan hantaman petirnya takkan mampu di tanggung manusia normal, dan hebatnya lagi, begitu mencium bau dari seseorang, dimanapun berada orang tersebut akan dapat diburunya. Dan begitu selesai mengemban tugas meledakkan kilat petir ke orang yang dituju, Pedang Kilat Petir akan kembali ke empunya pedang.

Dan itulah yang terjadi, setelah selesai menghantam Werdadu, si pedang langsung kembali ke tempat Padma berada, yang menyambutnya dengan raihan tangannya, kini pedang itu telah kembali bersemayam ke tubuh pemuda itu.

Padma mafhum, si pedang telah menyelesaikan tugas dengan baik, baru kali ini ia menggunakan pedangnya untuk memburu musuh, seandainya lawan tak keliwat berat, mungkin tak nanti ia pergunakan pedang andalannya. Kemudian ia menghampiri jasad sang guru, sudah waktunya ia persemayamkan guru dan saudara-saudaranya secara terhormat.

S e l e s a i. 

Kumpulan Cerita Misteri, Cerita Silat, Cerita Horor, Cerita Remaja, Cerita Anak, Cerita Religi, Cerita Lucu, Cerita Sejarah, Cerita Petualangan, Cerita Detektif, Cerita Pendek, Cerita Serial, dll.

Post a Comment

Previous Post Next Post