RIMBA BARA - Penguasa Pedang Kosmos


Baskara bangun lebih awal pagi itu. Selesai membereskan urusan pekerjaan harian di pondok dan sarapan, dia pamit pada Laras dan Tanjung.

“Hendak kemankah Kakang?” Tanya Tanjung.

“Ketempat Tuan Kudeto, beberapa hari lalu aku berjanji mengunjunginya.” jawab si pemuda.

“Apakah bersama Watu Aji Kakang?” Kini Laras yang bersuara.

Baskara menoleh kearah gardu kecil di depan pondoknya, bibirnya tersenyum, “Bagaimana hendak kuajak, lihatlah, masih pulas ia tidur.” Dua gadis itu sontak tertawa kecil kala melihat pemuda jabrik penghuni gardu memang tampak masih mendengkur pulas.

"Eh? Apakah kalian melihat Ki Tonggak Dewa? Dari pagi tadi tak kulihat beliau?"

"Oh iya Kakang, kami lupa memberi tahu, semalam waktu Kakang mengunjungi Ki Raganata, beliau pamit, katanya hendak pergi ke satu tempat mengambil sesuatu." Jelas Laras.

Baskara merenung sesaat, "Mengambil sesuatu?"

"Iya Kakang, entah apa, lelaki tua itu tak memberi tahu kami."

Memikir sejenak akhirnya pemuda itu hanya mengangguk kecil, "Baiklah, aku yakin kita pasti berjumpa lagi dengannya."

Sesampai di tempat Kudeto, si pemuda mengerenyitkan dahi, dilihatnya keluarga pengembara tampak tengah bersiap-siap, membereskan segala peralatan yang semula di tata diluar kereta kuda. Nadia dan Iliana yang tengah menggiring kuda tersenyum manis. Baskara melambaikan tangan membalas senyuman, dalam hati pemuda itu mengagumi kecantikan keduanya.

Kudeto yang barusan menaruh satu barang di kereta melihat kedatangan Baskara. “Wah wah, tamu spesial rupanya, mari mari tuan.”

Baskara mendekat, “Sepertinya saya bertamu di saat kurang tepat Tuan.”

“Ah mana bisa begitu, keluarga kami selalu senang menyambut Tuan Baskara.” Ucap Kudeto sembari mempersilahkan si pemuda duduk di kursi kayu.

“Tapi sepertinya Tuan tengah berkemas-kemas, hendak kemanakah?”

Kudeto menarik sebuah kursi dan duduk diatasnya, “Keluarga Harimau Perak, kemarin mengunjungi kami, meminta supaya ikut membantu menjaga Kota.”

“Oh, ada sesuatu bahayakah?”

“Benar, informasi yang mereka sampaikan begitu, satu ancaman besar sepertinya akan segera datang.” Jelas Kudeto.

“Para Ibliskah?” Tanya Baskara kembali.

“Benar.” Satu jawaban terdengar, tapi buka dari mulut Kudeto, suara itu berasal dari arah belakang si pemuda.

“Ki Raganata?” seru pemuda itu bernada heran saat melihat lelaki tua yang dihormatinya berjalan mendekat. Spontan si pemuda berdiri menyambut.

“Tak perlu berbasi-basi Baskara, ada satu urusan yang harus kita kerjakan. Ikutlah denganku.” Lelaki tua itu melihat Kudeto sekilas, “Urusan mendesak Kudeto, lain kali aku mencicipi kue-kue lezat buatan istermu.” Pemimpin Keluarga Pengembara mengangguk-angguk. “Ikutlah dengan Ki Raganata tuan Baskara, diperjalanan beliau akan menjelaskan.”

Si pemuda tampak bingung, pandangnya menoleh kearah Kudeto dan si tua Raganata, ketika dilihatnya lelaki bertongkat Kristal putar badan, ia segera pamit, “Tuan Kudeto, aku pamit,” ucapnya sembari mengunjuk hormat, lantas dengan cepat ia memburu langkah Ki Raganata.

Dengan kemampuan meringankan tubuh mudah saja si pemuda menjajari langkah si orang tua. “Ki, tidakkah aku pamit dulu dengn Laras dan Tanjung?”

Tanpa menoleh lelaki tua itu menjawab, “Tak perlu, aku sudah mampir kepondokmu tadi, jangan khawatirkan mereka, Watu Aji akan menjaga keselamatan gadis-gadis itu dengan taruhan nyawanya.”

Mendengar jawaban, hilang kerisauan si pemuda. Mereka terus melangkah memasuki kerimbunan hutan. Walau ingin tahu tujuan kemana mereka pergi, si pemuda enggan menanyakan pada si tua.

Menjelang tengah hari, Ki Raganata mengajak istirahat, “Kita berhenti dulu Baskara, isi perut sebelum melanjutkan perjalanan.”

Sebuah buntalan di turunkan dari punggung si lelaki tua, tangannya merogoh buntalan itu, dua buah kue kering dikeluarkannya, “Makanlah, cuma ini pengganjal perut kita.” Diangsurkan sebuah roti pada si pemuda.

Sambil mengunyah roti Ki Raganata menjelaskan maksud perjalanan mereka, “Para Iblis sedang bersiap-siap Baskara, mereka telah mendapatkan dua benda mestika, Pedang Elmaut dan Gelang Perisai Mentari, di tambah dengan Kristal milik Penakluk Iblis yang telah direbut oleh Penguasa Kuil Salju, bukan olah-olah kekuatan mereka sekarang, untuk itulah kita harus menemui seseorang.”

“Siapakah Ki?”

“Penguasa Pedang Kosmos.” Jawab Ki Raganata singkat.

Setelah selesai menyantap roti kering, mereka melanjutkan perjalanan.

Hutan yang mereka lalui makin lama makin dirasa rapat oleh pepohonan, kadang menanjak dan berliku, tapi walau begitu Ki Raganata tak menunjukkan kelelahan sedikitpun di mukanya. Sudah dua malam belum juga sampai mereka di kediaman si Penguasa Pedang Kosmos, si pemudapun tak mau rewel menanyakan berapa lama lagi mereka akan tiba di tempat tujuan.

Malam ketiga, selagi mereka bersantap daging ikan yang ditangkap oleh si pemuda, tiba-tiba terdengar raungan keras. Keduanya menoleh kearah suara, dan saling pandang. Lelaki tua berdiri dan mengambil tongkatnya. “Bersiaplah Baskara, kedatangan kita rupanya mengganggu salah satu Beast penunggu hutan.” Si pemuda dengan cekatan berdiri bersiaga.

Tak lama nenanti, dari kegelapan muncul satu sosok tinggi besar, berbulu lebat, wujudnya seperti gorila, tapi dua kali lebih besar. Raungan kembali terdengar saat Beast itu membuka mulut. Makhluk itu melompat tinggi dan menyambarkan tangannya yang memiliki kuku tajam kearah Baskara. Dengan gesit pemuda itu melompat menghindar. Gagal menyerang si pemuda, si Beast menerjang kearah Ki Raganata.

Clarrt! Selarik sinar keluar dari tongkat si orang tua.

Dhess! Tubuh makhluk itu terpental berguling di iringi raungan.

Tapi rupanya si makhluk memiliki daya tahan tubuh luar biasa, karena begitu terguling, dalam sekejap ia telah bangkit dan kembali menyerang. Ki Raganata mengibaskan tongkatnya, kali ini sambaran tongkat seakan di acuhkan oleh si Beast, walau terdengar raungan, mahluk itu tetap menerjang. Melihat si orang tua di cecar, Baskara tak tinggal diam, di pusatkannya energi berdaya api di genggaman tangannya, dengan pesat tubuhnya melesat.

Bhuaghh! Arrhhh! Hantaman keras yang melanda punggung membuat makhluk itu menjerit, tubuhnya terbanting ke tanah, tak mampu bangkit lagi, satu asap putih mengepul dari bekas pukulan Baskara.

Ki Raganata memandangi cukup lama tubuh Beast, kemudian menoleh kearah si pemuda, “Kau berhasil membunuhnya Baskara, syukurlah.”

Mereka berdua membiarkan mayat musuh, karena akan menguras tenaga mengubur mayat sebesar itu. Setelah bercakap beberapa lama, keduanyapun beristirahat.

Rupanya kediaman Penguasa Pedang Kosmos tak berapa jauh lagi, karena kurang setengah hari perjalanan, jari telunjuk si tua menunjuk ke satu arah, “Lihat bukit itu Baskara, disanalah Penguasa Pedang Kosmos tinggal.”

Langkah keduanya makin mantap, sampai di kaki bukit hari tepat tengah siang, namun Ki Raganata meneruskan langkah, “Nanti saja kita istirahat Baskara, tujuan kita sebentar lagi.”

Sebuah tangga batu yang cukup tinggi mereka temui, tapi keduanya bukan manusia sembarangan, dengan enteng saja mereka menaiki tangga batu itu. Selagi menaiki tangga, KI Raganata mendadak hentikan langkah, ia menoleh kearah si pemuda, “Baskara kau dengarkah itu? Seperti suara teriakan-teriakan pertarungan!”

Telinga si pemuda yang tajam langsung mendengar suara yang dimaksud, “Benar Ki.”

“Gawat, ayo kita percepat langkah, aku mengkhawatirkan saudara seperjuanganku itu.” Tanpa menunggu jawaban, si orang tua percepat langkah menaiki tangga batu.

Tak berapa lama mereka sampai di puncak tangga, satu area datar mereka jumpai. Dan sumber suara-suara yang mereka dengar berasal dari situ. Di depan sebuah pondok kecil terlihat seorang lelaki tua bersenjatakan pedang berwarna perak tengah di kerubut belasan lawan yang membekal berbagai senjata, tapi anehnya walau postur dan wajah musuh terlihat masih muda, rambut mereka berwarna putih semua.

“Sial! Para SIluman!” ucap Ki Raganata dan merangsek maju.

Kedatangan Ki Raganata sepertinya mengganggu pertarungan, terlihat para siluman pengepung serempak menghentikan pertarungan dan menjaga jarak. Sepertinya Kristal yang ada paa tongkat si orang tua sedikit memengaruhi mereka.

“Raganata! Untunglah kau datang! Nafasku hampir tak kuat meladeni mereka.” Seru lelaki tua berpedang.

“Dengan pedang kosmos ditangan, bagaimana mungkin kau kuwalahan menghadapi mereka kakang Taruna?” Tanya Ki Raganata keheranan.

“Usiaku sudah terlalu tua, pedang ini nampaknya sudah enggan di tanganku, khasiatnya tak nampak lagi.” Terang Penguasa Pedang Kosmos dengan nafas tersengal.

Ki Raganata menggeleng-geleng melihat saudara seperjuangannya tampak kepayahan.

“Dengan siapakah kau?” Tanya Ki Taruna.

“Baskara, pemuda itu berasal dari luar Rimba Bara.”

Baskara mendekat, para siluman tampaknya masih ragu-ragu melanjutkan serangan, mereka hanya bersiaga dan berdiri mengepung. Sampai di hadapan tuan rumah si pemuda mengunjuk hormat.

Ki Taruna mengangguk-angguk dan mengamati si pemuda, “Ku lihat kau bukan pemuda biasa, benarkah pengamatanku Raganata?”

“Kau tak salah Kakang, pemuda ini memiliki aura dan energi luar biasa, untuk itulah kubawa serta ia menemuimu.”

Baru selesai mulut Ki Raganata mengatup. Seorang Siluman bersuara membentak, “Taruna! Lekas serahkan pedang itu! Jangan kira kami gentar dengan saudaramu si pemilik Tongkat Kristal Pelindung Gaib!”

Ketiganya menoleh ke arah Siluman yang bersuara, “Umurmu terlalu muda memanggilku hanya menyebutkan nama. Pedang Kosmos tak kan memiliki khasiat bila digunakan tanpa ijin pemiliknya.” Selesai berucap, Ki Taruna mengangsurkan pedang pada Baskara, “Anak muda, usia membuat pedang ini tak berjiwa ditanganku, maka hari ini ku ijinkan pedang ini menjadi milikmu.”

Dalam situasi seperti itu Baskara menjadi ragu menerima pedang, satu peristiwa yang tak di duga sebelumnya, apalagi belum lagi sepeminum teh ia mengenal si Penguasa Pedang Kosmos. Melihat keraguan si pemuda, Ki Raganata berucap, “Ambillah Baskara, pedang itulah yang akan menjadi senjata pamungkas melawan para iblis.”

Mendengar ucapan si orang tua, keraguan menghilang, diraihnya hulu pedang perak itu.

Begitu berada di genggaman, Baskara merasakan seperti ada aliran energi mengalir kelengannya, kejut menyengat, hampir ia melepas gagang pedang. Untung pengaruh sengatan hanya sesaat, ia genggam pedang dengan mantap, terlihat pendar perak kini mengelilingi batang pedang.

Ki Taruna dan Ki Raganata takjub dan mengembangkan senyum, nyata bahwa keramat pedang muncul kembali di tangan si pemuda.

Siluman yang tadi membentak terkejut melihat perubahan pedang, “Rebut pedang!” teriaknya panik. Belasan tubuh meluruk maju, belasan senjata mengarah kebagian vital tubuh Baskara.

Pedang Kosmos adalah pedang mestika yang sangat ampuh sedangkan para siluman, Raja Iblis Kegelapanpun tak mampu menandingi keampuhannya, maka begitu meilhat hujan serangan, Baskara tak lagi panik, pedang itu seakan menuntun gerak yang harus ia lakukan, tubuhnya berkelebat hilang dari pandangan, selarik cahaya perak berkiblat setengah lingkaran.

Akhhh! Belasan pekik terdengar, di susul dengan berdebamnya tubuh-tubuh tanpa nyawa di atas tanah.

Bersambung.

EPISODE SEBELUMNYA | EPISODE SELANJUTNYA

Baca SERIAL RIMBA BARA lainnya.

Kumpulan Cerita Misteri, Cerita Silat, Cerita Horor, Cerita Remaja, Cerita Anak, Cerita Religi, Cerita Lucu, Cerita Sejarah, Cerita Petualangan, Cerita Detektif, Cerita Pendek, Cerita Serial, dll.

Post a Comment