Akhir Sebuah Permainan


Namanya Kopetan, permainan ini mungkin mirip-miriplah dengan petak umpet, tapi kopetan dimainkan oleh dua kelompok, dan dilakukan dimalam hari, satu kelompok akan berpencar untuk bersembunyi, sedangkan kelompok lain bertugas mencari. Agar mudah mencari, sebagai tanda kelompok yang bersembunyi akan meneriakkan 'Kopet!', dan kelompok yang dapat bagian mencari akan kearah sumber suara untuk menemukan angota kelompok yang bersembunyi, dan pergantian giliran mencari dan bersembunyi hanya terjadi bila semua anggota kelompok yang bersembunyi berhasil ditemukan.

Di kampung Adit permainan kopetan lagi digandrungi anak laki-laki, hampir tiap malam mereka memainkan permainan itu. Makin hari makin kreatiflah mereka bersembunyi agar tidak ditemukan kelompok lawan, ada yang bersembunyi diatas pohon jambu, bersembunyi di rimbunan pohon bambu, bahkan kemarin malam hampir putus asa Adit mencari anggota kelompok lawan yang bersembunyi, sungguh sukar mereka menemukannya, berkali-kali teriakan 'Kopet!' terdengar dari satu anggota kelompok yang bersembunyi tersisa, tapi bolak balik mereka mencari tetap belum ditemukan, memang akhirnya ditemukan juga si Mamat yang bersembunyi, pantas mereka kesulitan mencari, lha wong si Mamat ngumpet di pohon kelapa yang begitu tinggi, di malam yang gelap pula.

Malam itu langit cukup gelap, bulan tak nampak di atas langit, bintangpun hanya satu dua kelihatan, tapi semangat Adit dan kawan-kawan tak kendur untuk bermain kopetan. "Makin gelap makin bagus! Makin sulit buat kita nanti saling menemukan!" ujar Dodi.

Yang berkumpul malam itu ada delapan orang, mereka membagi kelompok, satu kelompok dikomandoi oleh Mamat, anggotanya, Dewa, Riskan, dan Sofyan, Sedang kelompok kedua anggotanya Dodi, Adit, Madi, dan Nugroho. Setelah di undi, kelompok yang pertama bersembunyi kelompoknya si Dodi, maka lantas saja mereka berlari untuk mencari persembunyian yang dianggap aman.

"Dod! Kau mau bersembunyi dimana?" tanya Adit yang lari berbarengan dengan Dodi.

"Pohon jambu depan rumahmu!" jawab Dodi.

Wah, kalau diatas pohon jambu cukuplah mudah nanti buat lawan untuk menemukannya, akhirnya Adit mengambil arah yang berbeda dengan Dodi, ia putuskan untuk bersembunyi di antara pohon-pohon singkong punyi Kang Sapri yang agak jauh dari tempatnya tinggal. Setelah sampai kebun singkong, Adit segera mendekam disana menunggu waktu yang tepat untuk meneriakkan kopet.

"Kopet!" satu suara terdengar, tentu itu salah satu kawannya yang mulai memberi tanda agar pencarian segera dimulai.

"Kopet!" kini dari arah yang berbeda. Agar lebih seru, Adit segera membuka mulutnya, "Kopeett!" teriaknya keras.

Beberapa kali suara kopet terdengar, sampai Adit mendengar langkah-langkah kaki mendekati tempat ia bersembunyi. Aduh rupanya kelompok lawan mulai tahu dimana ia bersembunyi.

"Disini! Dikebun ini tadi suaranya, ayo cari!" itu si Mamat, pasti dengan anggota kelompoknya, perlahan-lahan Adit segera menggeser tubuhnya.

"Nah! Ketemu ni! Adit kamu dah ketemu!" teriak Riskan mengagetkan. Sial! rutuk Adit dalam hati, tak dinyananya tempatnya sudah terkepung, diapun segera keluar dari kebun singkong, sedang Mamat dan kawan-kawan segera melanjutkan pencarian.

Pos Ronda adalah tempat mereka berkumpul, disana sudah ada Dodi yang duduk sendirian. "Duluan ketangkep rupanya kau Dod!" ujarnya sambil tertawa. Dodi hanya nyengir, "Masih ada Madi dan Nugroho, semoga mereka bisa membuat Mamat dan kawan-kawannya kebingungan."

Harapan Dodi tidak terkabul, tak cukup lama dari ucapannya tampak rombongan Mamat datang ditambah dengan Madi dan Nugroho. "Yah, rupanya nggak jauh-jauh juga kalian sembunyi ya!?" ujar Dodi. Nugroho mendorong bahu Madi, "Dia nih, bukannya ngumpet malah lari ketakutan, ketahuan deh kita!" tukas Nugroho dengan kesal.

"Memang ngapa si Madi ketakutan!?" tanya Dodi.

"Itu tu.. cuma goyang daun pisang, dikiranya tangan hantu sedang melambai!" jawab Nugroho.

"Ha! ha! Betul begitu Mad?" tawa Dodi tak percaya.

Madi hanya tertunduk dengan malu, "Waktu tadi sih kayaknya nakutin banget gitu.."

"Sudah sudah, malah pada ngobrol, sekarang ni kan giliran kami bersembunyi, jadi diterusin nggak ni mainnya!?" tanya Mamat kesal.

Dodi berpaling kearah Mamat, "Oke oke, sorry Mat, ya udah sekarang kalian sana yang sembunyi."

Mamat segera mengajak kawan-kawannya untuk bersembunyi. Selagi menunggu tanda dari pihak Mamat, kembali Dodi menanyai Nugroho dan Madi, "Memang tadi kalian sembunyi dimana?"

"Itu tuh di belakang rumah Lek Giman, diantara pohon pisang di samping kebun salak." jawab Nugroho.

"Wah jauh juga ya, lantas kenapa matamu bisa berpikir daun pisang sebagai tangan hantu Mad?" tanya Dodi kembali.

"Anu, tadi mungkin membayangkan yang bukan-bukan, soalnya tadi aku teringat dengan ucapan kakakku, hantu biasanya senang tinggal di antara pohon pisang."

"Sampe segitunya ya pengaruh cerita kakakmu, padahal aku yakin dia cuman nakut-nakutin aja itu," ujar Dodi.

"Kopeett!" terdengar teriakan dari kejauhan.

"Nah lho itu tandanya, ayo kita cari!" ajak Dodi.

Mereka berempatpun segera berlari menuju suara. Ditengah jalan terdengar kembali suara teriakan kopet dari arah yang berbeda. "Adit! Kau kesana!" perintah Dodi.

Adit sebenarnya enggan harus berpisah dengan yang lain, tapi ia tak membantah dan segera belokkan arah, sedang Dodi dan dua kawannya yang lain terus lari lurus kedepan.

Ada sebuah kebun cukup luas di depan, pohon-pohon besar banyak tumbuh disana, Adit yakin suara kedua yang tadi mereka dengar berasal dari sana. Ia hentikan lari agar suara langkah kakinya tak terdengar kelompok lawan, perlahan dimasukinya kebun itu.

Suasana betul-betul gelap dalam kebun, pohon-pohon rambutan yang besar-besar tampak bagaikan tubuh-tubuh raksasa yang siap menerkam. Slompret! terpengaruh juga ia dengan cerita si Madi tentang hantu, selagi dia meraba-raba dalam gelap tiba-tiba ada suara pelan memanggil, "Adit... Adit..."

Adit tercekat, siapa yang memanggilnya? Ia terdiam, dialihkannya pikiran tentang hantu, ia lantas menduga salah satu dari kawannya yang bersembunyi hendak menakut-nakutinya. Tapi siapa?

"Adit... Adit..." kembali suara pelan terdengar, Adit coba mengira-ngira suara siapa yang memanggil itu, namun walau cukup lama ia diam coba mengenali, tak juga dapat ditebaknya suara pelan yang memanggil. Tak tahan dengan perasaan mencekam, Adit segera keluar dari dalam kebun.

Keluar dari kebun ia berjumpa dengan Nugroho. "Gimana?" tanya kawannya itu.

"Belum, aku belum menemukan satu orangpun, kalian gimana?" tanya Adit.

"Dewa sama Riskan dah ketemu, tinggal Sofyan dan Mamat yang belum, " jawab Nugroho.

"Kopeett!"

"Tuh! Suaranya seperti si Mamat! Ayo lekas kita cari!" ajak Nugroho sambil terus berlari kearah suara.

Aditpun segera mengikuti dari belakang. Suara kopet kembali terdengar, kini makin dekat, asalnya dari kebun disamping rumah Pak Pardji, Nugroho langsung melompat dalam kebun. Tak mau kalah gesit Aditpun segera melompat.

Sampai dalam kebun Dodi baru sadar, kebun punya Pak Pardji itu dipenuhi pohon pisang. Kemana tadi Nugroho? Cepat sekali anak itu menghilang? Tak mau disebut pengecut Adit pelan-pelan mulai menyusuri pohon-pohon pisang itu, entah kenapa dadanya mulai berdebar-debar cemas tiap kali menengok diantara sela-sela pepohonan pisang. Kenapa suasana jadi sepi begini? Pikir Adit.

Pandang matanya tertarik dengan pepohonan pisang yang tumbuh berkelompok di pojok kebun, dengan hati-hati ia melangkah agar tidak diketahui seandainya ada anggota kelompok yang bersembunyi, lantas dengan perlahan disibakkannya dedaunan pisang untuk melihat adakah yang bersembunyi. Wajahnya tegang saat melihat kedalam. Apa yang dilihatnya!? Dilihatnya sosok putih berdiri ditengah-tengah pohon pisang itu, Adit kontan menjerit, "Setaann!"

Tunggang langgang Adit lari keluar dari kebun pisang, ia amat ketakutan dengan penampakan yang dilihatnya, dari belakang terdengar langkah kaki lari mengejar, ia menoleh, Si Mamat. Kawannya itu lari seperti ketakutan juga, bahkan menyalip Adit tanpa berucap.

Adit tak pedulikan lagi kawan-kawannya, ia tak berlari menuju pos ronda, tapi langsung pulang kerumah. Esoknya ia ceritakan pengalamannya pada kawan-kawan, dan ditanyakannya pula kenapa si Mamat ikut-ikutan lari. Mamat bilang ia lari karena takut, menurut penuturannya saat bersembunyi ia melihat ada bayangan putih berkelebat.

Kawan-kawan yang lain tak percaya, bahkan mentertawakan cerita Adit dan menganggapnya salah lihat karena terpengaruh cerita Madi.

Entah apa sebenarnya yang dilihat Adit, tapi semenjak kejadian itu ia tak mau lagi bermain kopetan.

Sekian.

Kumpulan Cerita Misteri, Cerita Silat, Cerita Horor, Cerita Remaja, Cerita Anak, Cerita Religi, Cerita Lucu, Cerita Sejarah, Cerita Petualangan, Cerita Detektif, Cerita Pendek, Cerita Serial, dll.

Post a Comment

Previous Post Next Post