Takut Pulang Malam


Aku dari keluarga sederhana, walau ayah seorang pegawai negeri, penghasilannya masih terbilang minim untuk hidup mewah. Saat tetangga-tetangga kami sudah memiliki Televisi, bahkan rumah kami listrikpun belum teraliri. Apalagi belum lama ayah membeli tanah, dan membangun rumah yang sekarang kami tempati.

Kami memang pendatang di daerah ini, baru kurang lebih satu tahun kami tempati rumah kami yang sekarang, sebelumnya kami sering berpindah-pindah rumah kontrakkan. Penugasan, itu yang membuat ayah meninggalkan kampung halaman.

Biarpun begitu aku tetap dapat menikmati acara televisi, yakni dengan menebeng nonton di rumah kawanku. Tiap selesai belajar malam, segera aku mengunjungi rumah kawanku itu untuk menonton. Ayah dan ibu tidak berkeberatan, yang penting aku sudah belajar dan mengerjakan PR-ku.

Malam inipun begitu, selepas Isya', bergegas aku kerumah kawanku, agak jauh memang untuk anak seusiaku, harus melewati jalan yang di kanan kirinya masih rimbun pepohonan milik tetangga. Sampai di perempatan jalanpun masih berbelok, baru tak jauh dari situ aku sampai di rumah kawanku.

"Ingat, jangan pulang terlalu larut, apalagi besok harus bangun pagi untuk sekolah," ucap ibu mengingatkan.

Aku mengangguk. Ayah sendiri sedang sibuk membaca buku diruangan tengah, saat aku pamit ia bahkan seolah tak mendengar. Mungkin larut dengan apa yang sedang dibacanya.

Karman, itu nama kawanku. Kawanku ini memang akrab betul denganku, dan baik pula orangnya. Belum lagi aku sampai dirumahnya, kulihat ia sudah berdiri di pinggir jalan di depan rumah, begitu melihat kehadiranku, ia menyambut dengan senyuman dan mengajak masuk. Tak sungkan akupun mengikutinya dari belakang. Rumah Karman cukup bagus dan besar, lebih bagus dan besar dari rumah kami.

Baru sampai depan pintu rumah Karman berbalik.

"Lama betul Tok, aku sudah menunggumu dari tadi.." ujarnya.

Aku tersenyum, "Biasalah Man, akukan perlu menyelesaikan PR terlebih dahulu," jawabku.

"Makanya, kalau ada PR sebaiknya segera kau kerjakan begitu pulang sekolah, jadi pas malam gini sudah patut buat kita bersantai," katanya.

Slompret! Kenapa Karman jadi seperti orang tua gitu omongannya. "He he.. iya Man.. lain kali pasti aku kerjakan pas pulang sekolah deh.."

"Ya udah, kita masuk yuk.. kayaknya filemnya seru lho malam ini." ia buka pintu dan mempersilahkanku masuk.

Di dalam rumah tampak dua orang tuanya tengah menonton. Dengan sopan kusapa keduanya, dan kemudian duduk ikut menonton. Begituah, apa yang ditonton tuan rumah, itu jua yang dapat aku tonton. Seperti kawanku, kedua orangtuanya juga sangat baik denganku, apalagi memang ayah Karman satu kantor dengan ayahku. Seringkali bila ada makanan, tak segan-segan mereka menyajikannya padaku. Malam itu cukup beruntung aku, karena ibu kawanku baru saja merebus ubi, dan disuguhkan di depan kami untuk teman menonton.

"Gimana kabar ayah Tok?" tanya ayah Karman sambil lalu.

"Baik Pak.. tadi waktu kesini ayah sedang asyik membaca," jawabu.

"Ayahmu memang selalu begitu, tak bisa lepas dengan buku-buku."

Aku lantas mengangguk-angguk mendengarnya.

Ternyata malam itu filem yang di putar filem horor, mengkisahkan tentang para zombie yang berkeliaran memangsa manusia, wajah para zombie di filem itu digambarkan begitu menyeramkannya, mayat-mayat dengan bentuk yang tak karuan, tapi masih mampu berjalan mengejar manusia-manusia dengan buasnya, biar agak takut seru juga menontonnya, hingga tak terasa waktu berlalu. Saat filem berakhir, kulihat jam, sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Waduhh, kemalaman, pikirku.

"Berani pulang sendiri Tok?" Tanya ayah Karman.

Aku tak langsung menjawab, pikiranku masih terbayang dengan wajah-wajah menyeramkan para zombie yang barusan kutonton.

"Iya lho, berani pha nggak? Dah malem ini, nti kalo dijalan ada itu gimana?" Timpal kawanku dengan ekspresi dibuat-buat. Sial! Rutukku dalam hati, sudah kemalaman, malah pake acara ditakut-takuti segala.

"Huss! Jangan menakuti gitu Man," tegur ayahnya, kemudian menoleh ke arahku. " Ku anter ya?" kata Ayah Karman menawari.

Ucapan Karman temenku tadi sebenernya menimbulkan rasa cemas di hati, tapi karena nggak enak dengan ayahnya aku menggeleng, "Tidak usah pak, saya pulang sendiri, lagian deket ini." jawabku akhirnya. Lagian malulah aku, sudah nebeng nonton masak pulangnya minta dianter.

Akhirnya akupun pamit dengan kawanku dan kedua orangtuanya. Sesampai di luar kupandang jalan di depanku, sepi tak ada satupun manusia kelihatan. Rasanya kegelapan yang ada didepanku seperti area tak berujung. Kurutuki ketololanku, kenapa tadi tak minta di anter. Kubulatkan tekad dan coba mengusir rasa takut yang mulai melanda.

Perlahan kulangkahkan kaki menyusuri jalan, entah mengapa kudukku meremang, malam itu terasa begitu sepi. Dilangit tak terlihat bulan. Masih untung ada beberapa bintang terlihat. Sesekali kutengok kanan dan kiri, entah perasaanku ato bagaimana, yang jelas pohon-pohon dipinggir jalan itu tampak seperti wujud makhluk-makhluk malam yang siap mencengkram.


Rasa takut makin terasa, kupercepat langkahku, sampai diperempatan aku langsung berbelok, tapi langkahku tertahan, ada sesosok hitam besar kulihat bergerak dari arah depan. Tubuhku gemetar, sungguh aku sangat takut, bahkan untuk menggerakkan kakipun tak sanggup, tak ada yang kulakukan selain berdiri pasrah.

"Antok? Hei nak, kenapa mematung di situ, ayooh kita pulang," satu suara terdengar. Ayah? Itu suara ayahku. Di depanku kini berdiri ayah, ia gapai tanganku menuntun pulang.

Akupun meraih tangannya. "Gimana acara filemnya? Seru pastinya Tok?" tanya ayah seperti menyindir.

Aku terdiam. Sebenarnya dadaku masih berdebar-debar akibat peristiwa tadi.

"Kenapa diam Tok?" tanya ayah lagi.

"Eh tidak yah.. iya tadi filemnya bagus.." jawabku akhirnya.

"Tentang apa filemnya?" tanyanya dengan nada penasaran.

"Tentang zombie yah.." lirih suaraku ketika menyebut zombie.

Ayah terdengar mengekeh. "Oh Zombie!? Pantas, kalau tidak gelap, pasti wajahmu sekarang sudah terlihat sangat pucat, rupanya tadi kau sedang ketakutan ya Tok?"

"Iy.. iya yah.." jawabku jujur.

"Pasti kau sangka tadi waktu pertama melihat ayah dalam gelap kau pikir ayah ini sejenis makhluk menyeramkan, begitu ya?" ucap ayah setengah meledek.

"Ah, ayah.." aku merasa malu.

Ayah lantas menepuk-nepuk bahuku. "Sudahlah, biarpun tadi kau ketakutan, ayah tahu kalau sebenarnya anak ayah ini sangat pemberani, coba dipikir, tiap malam pulang balik sendirian kau berani, kalaupun tadi kau takut, itu hanya karena bayangan-bayanganmu sendiri Tok." puji ayahku.

"Sudahlah, ayo kita pulang, kau tahu? Ibumu sudah menunggumu dengan khawatir sedari tadi... " lanjutnya kemudian. Kamipun segera mempercepat langkah untuk menuju rumah.

Rupanya ayah dan ibu khawatir karena aku pulang sampai larut, karena itu ibu meminta ayah pergi menyusul. Untung aku tak di marahi, malahan agar aku tak pulang sampai larut akhirnya ayah dengan tabungan yang dimiliki, memasang listrik di rumah kami, dan membeli sebuah Televisi

S e k i a n

Kumpulan Cerita Misteri, Cerita Silat, Cerita Horor, Cerita Remaja, Cerita Anak, Cerita Religi, Cerita Lucu, Cerita Sejarah, Cerita Petualangan, Cerita Detektif, Cerita Pendek, Cerita Serial, dll.

Post a Comment

Previous Post Next Post