Dendam Dewi Iblis


Kau benar-benar ingin melakukannya Nindia?" yang bertanya itu lelaki tua dengan rambut panjang dan jenggot yang telah memutih.

Yang ditanya seorang gadis berparas cantik, mengenakan jubah gelap. Mereka berdua berdiri di depan sebuah pintu yang tinggi dan lebar.

Si gadis menoleh, "Ini jalan satu-satunya eyang."

"Tapi sudah kujelaskan resikonya, kau akan mengorbankan ragamu," jelas si orang tua.

"Aku tahu, dan aku siap," tangannya mendorong pintu yang ada di depannya. "Tunggulah disini, apapun yang terjadi, tak kuijinkan eyang masuk."

Si orang tua tampak diam, tak ada lagi bantahan dari mulutnya. Ia tahu betapa keras kepalanya si cucu, tak nanti akan merubah kemauannya walau sudah di nasehati. Akhirnya ia hanya mengangguk dan terdiam menunggu. 

Begitu pintu terbuka, si gadis masuk. Pintu kembali tertutup.

Ruangan itu sangat besar, batu-batu kristal ada di beberapa bagian sisi ruang, mengeluarkan cahaya berwarna hijau menerangi. Melangkah kedepan, si gadis menaiki tangga batu, kolam dengan air merah kehitaman ada di depannya. Uap putih mengepul diatasnya, tercium bau amis dan karat.

Perempuan itu melepas jubahnya, tak ada apapun kini menutupi auratnya. Perlahan ia menurunkan kaki ke dalam kolam. Tak berapa lama seluruh tubuhnya tak terlihat lagi.

Beberapa lama kemudian, air kolam seakan mendidih, permukaannya mengeluarkan gelembung-gelembung, uap putih makin santar mengepul.

Air berkecipak, satu kepala muncul di permukaan kolam, tapi penampakannya bukan kepala si gadis. Yang muncul adalah wajah seram, dengan bagian mata cekung dan berwarna merah, mulutnya membuka, taring-taring tajam mencuat, dan satu teriakkan yang sanggup merontokkan jantung terdengar. Aaaaaaaakh!!!

Lelaki tua berjenggot yang menunggu diluar hampir terjengkang mendengar teriakan itu.

Nindia! Jeritnya dalam hati, ia sentuh daun pintu, tapi diurungkan niatnya. Kembali lelaki tua dalam  posisi semula, menunggu.

Satu harian menanti, pintu di depannya terbuka lebar. Di depan lelaki tua berdiri sesosok makhluk. Dengan tubuh hitam legam, rambut riap-riapan, mata merah! Taring yang runcing muncul dari mulutnya saat menyeringai, dan jari-jari tangannya dipenuhi kuku-kuku yang tajam.

"Eyang." satu suara serak terdengar.

Orang tua itu mengangguk. "Mari-mari cucu, kita siapkan pakaian untukmu." ucapnya saat memperhatikan tubuh si makhluk tidak mengenakan pakaian apapun.

Sesosok makhluk mengerikan itu adalah Nindia, cucu dari kakek tua tersebut, bagaimana dia yang semula berparas cantik bisa berubah menakutkan saat masuk ke dalam kolam?

Kolam itu bukan sembarang kolam, tapi Kolam Rangka Iblis, memiliki khasiat meningkatkan energi siapapun berpuluh kali lipat. Khasiat yang hanya di dapat satu kali, setelah itu air kolam menjadi tawar.

Sayangnya ada harga yang harus di bayar, siapapun yang ingin memperoleh khasiat kolam. yakni Raganya.

Lelaki tua itu bernama Ki Tapa Surya, pemangku Kolam Rangka Iblis, sedangkan Nindia adalah cucunya. Belasan tahun dalam bimbingannya sejak dua orang tua gadis itu terbunuh.

Nindia tahu siapa pembunuh orang tuanya, sedari umur sepuluh tahun ia berlatih keras, dengan tujuan suatu saat nanti akan membalas dendam.

Namun, musuh bebuyutan orang tuanya bukan manusia sembarangan, setelah sepuluh tahun dalam gemblengan Ki Tapa Surya, kemampuan gadis itu belum sebanding dengan bakal calon musuhnya.

Nindia merengek, meminta KiTapa Surya menunjukkan cara tercepat mengalahkan musuh. Akhirnya dibukalah rahasia Kolam Rangka Iblis kepada cucunya itu.

***

Ada tiga tingkat kalau kita hendak menemui Si Cambuk Neraka di Bukit Gema Loka, gerbang di tingkat pertama di jaga oleh empat orang kakak beradik berjuluk Singa Barat, gerbang di tingkat kedua di jaga oleh, si Cakar Kematian dan Trisula Maut, sedang ditingkat ketiga dijaga oleh satu manusia sakti bergelar si Telapak Akhirat.

Suasana malam itu tak sepenuhnya gelap, bulan terlihat separuhnya di angkasa. Di gerbang pertama Bukit Gema Loka, empat orang kakak beradik Singa Barat duduk santai menikmati daging rusa di atas panggangan api unggun.

"Aku bosan," kata Singa Pertama yang bertubuh paling kecil.

"Kenapa Kak?" tanya Singa Ke-Empat, sambil asyik melahap paha rusa ditangannya.

"Sudah bertahun-tahun kita menjadi kacung manusia iblis itu, bagaimana tak bosan." jawab Singa Pertama sambil lalu.

Kurang lebih lima tahun yang lalu nama Singa Barat merajai dunia perailatan, sampai satu hari mereka berjumpa si Cambuk Neraka dan dikalahkan, semenjak itulah empat singa menjadi bawahan di Bukit Gema Loka.

Ketiga adik Singa Pertama tak menyahuti ucapan kakaknya, mereka memang mudah saja meninggalkan bukit itu bila mau, tapi sumpah telah mengikat mereka, sebagai ksatria, pantang bagi mereka melanggar sumpah.

"Hei!? Siapa itu!?" Singa Kedua mendadak bangkit bersiaga.

Dari kegelapan melangkah pelan satu sosok tubuh, makin lama makin dekat. Ketiga Singa lainnyapun ikut bangkit.

Ketika si pendatang telah masuk ke jangkauan sinar api unggun, empat Singa Barat melengak kaget. Si pendatang memiliki wujud yang sedemikian angker. Dengan baju zirah terbuat dari logam kehitaman, sebuah pedang besar tersampir di punggung, dan wajah yang seram, tamu yang datang ini laksana iblis yang datang dari Neraka. Segera saja Singa Barat berwaspada.

"Hei! Berhenti!" teriak Singa Kedua.

Makhluk itu berhenti.

"Siapa kau!? Apa maumu!?" tanya Singa Kedua.

Mata merah si pendatang memancar, mulutnya membuka, "Cambuk Neraka, aku datang untuk nyawanya."

Suara serak yang keluar dari mulut makhluk itu membuat Singa Barat semakin yakin yang dihadapan mereka ini bukan bangsa manusia.

"Lancang mulutmu! Kau kira kami takut! Langkahi dulu mayat kami sebelum kau temui Cambuk Neraka!" tegas Singa Pertama.

Si makhluk menyeringai. Srekk! Ia cabut pedang di punggung, mengacungkannya ke arah Singa Barat. "Baiikk..." Tubuhnya berkelebat. Bau karat memenuhi area.

Empat Singa Barat yang sudah berwaspada menghindari serangan. Dalam tempo singkat duel serupun terjadi.

Dhuagg! Tendangan Singa Pertama tepat menghajar tubuh lawan, tapi lawan sama sekali tidak bergeser dari tempatnya, seakan tendangan Singa Pertama yang di lambari tenaga dalam itu hanyalah sebuah tepukan.

Kembali pertarungan terjadi, formasi andalan Singa Barat mengurung musuh, berkali-kali pukulan dan cakar berhasil di sarangkan ke tubuh  musuh, sayangnya tak ada satupun yang berhasil melukai. Setelah belasan jurus, manusia berwujud seram yang tak lain perwujudan Nindia meraung, serangannya makin ganas, bau karat makin menyengat, energi yang keluar dari pedangnya menimbulkan perih di kulit bagai tersayat. Empat Singa Barat keripuhan, mereka bergerak mundur sambil melontarkan pukulan jarak jauh.

Crass! Akhh!

Sabetan pedang membelah dada Singa Ke-Empat, tubuhnya terbanting dengan darah mancur dari lukanya.

Settt! Splash!

Tubuh Nindia mendadak melesat sangat cepat, pedangngya membuat gerakan melingkar di sela-sela serangan Ketiga Singa yang tersisa.

Crass! Crass! Crass! Akhh!

Tiga sabetan Anindia merobek tubuh lawan. Kecepatannya yang susah diikuti mata membuat lawan tak mampu menghindar. Ketiga Singa ambruk ketanah bersimbah darah.

Nindia menatap puas mayat-mayat yang bergelimpangan di depannya. Kakinya melangkah menuju gerbang.

Jarak Gerbang Kedua lumayan jauh, tapi dengan kemampuan yang ia miliki tak lama Nindia sampai. Didepannya dua orang yang berusia kurang lebih lima puluh tahun menghadang.

Seperti halnya Singa Barat, Cakar Kematian dan Trisula Maut terkejut melihat perwujudan si pendatang.

"Apa maksud kedatanganmu nisanak?" tanya Trisula Maut.

Nindia menjawab, "Membunuh Cambuk Neraka.."

Dua Penjaga itu makin bersiaga. "Pulanglah, sia-sia usahamu malam ini, kau masuk kesarang harimau." ucap Cakar Kematian.

Tawa mengekeh keluar dari mulut Nindia, "Harimau? Para singapun berhasil kubunuh malam ini, heheheee.."

Melengak kaget dua penjaga, "Kurang ajar, kau mencari mati!" teriak Cakar Kematian, tubuhnya menubruk dengan dua cakar terpentang.

Perkelahian sengit pun terjadi, Si Trisula Maut ambil bagian, dengan dua trisula di tangan ia mencecar tubuh lawan.

Namun seperti halnya yang ditemui Singa Barat, tubuh lawan tak terpengaruh dengan cakaran dan sabetan trisula, membuat dua penjaga tak habis pikir. Apalagi saat Nindia memperhebat serangannya, dua lawan berkelahi dengan cara mundur-mundur untuk menghindari sabetan pedang.

Tak mau terus di desak Cakar Kematian merapal ajiannya, dua cakarnya berubah menghitam, itulah pukulan andalannya Pukulan Cakar Inti Racun. Ia dorong dua tangannya.

Glegarr! Ledakan keras terdengar, Trisula Maut sampai melompat berguling menghindari dampak pukulan.

Di depan sana tubuh Nindia di selimuti asap hitam beracun. Cakar Kematian menduga lawan pasti mampus. Tapi sesaat kemudian dia melengak, tubuh musuh bergerak maju keluar dari kungkungan asap, utuh tak kurang suatu apa.

Nindia melintangkan pedangnya. Dua lawan didepannya cukup hebat, tadi sudah ditingkatkan kecepatan dan daya serangnya dua kali lipat, tapi lawan masih sanggup mengatasi, maka diputuskan meningkatkan daya serangnya tiga kali lipat.

Heakh! Teriakan serak keluar dari mulutnta, tubuh Nindia melesat makin cepat, bau karat menguar begitu menyesakkan.

Cakar Kematian dan Trisula Maut tercekat, dengan cepat mereka menanggapi, pertarungan seru kembali terjadi, namun tidak berselang lama terdengar teriakan memekik, sabetan pedang merobek tubuh dua penjaga, gerakan Nindia yang berlipat kecepatannya tak mampu lagi diatasi keduanya, dengan suara berdebam tubuh Cakar Kematian dan Trisula Maut membanting tanah.

Senyap.

Di gerbang ketiga Si Telapak Akhirat berdiri menunggu, aura membunuh dan hawa kematian telah ia rasakan. Ada musuh dengan kesaktian luarbiasa mendekat.

Benar saja, tak lama muncul satu sosok dari kegelapan. Wujud tamu tak diundang yang mengerikan sama sekali tak membuat gentar Telapak Akhirat, lelaki tua itu tetap tenang.

"Hmm.. apakah tujuanmu Si Cambuk Neraka?" tebak Telapak Akhirat.

"Kau orang hebat orang tua, dugaanmu tepat, biarkan aku masuk, nyawamu tak menarik buatku." suara serak keluar dari mulut si pendatang.

Jawaban si pendatang yang seakan tak memandang sebelah mata tak membuat Telapak Akhirat risau, "Kau tahu, aku cuma penjaga di sini, sudah kewajiban penjaga untuk menjaga tuannya."

Srekk! Tanpa basa basi Nindia mengeluarkan pedang. Lawan didepannya bukan sembarangan, segera ia tingkatkan daya serangnya empat kali lipat.

Melihat lawan mengeluarkan senjata, Telapak Akhirat mementang sebelah telapaknya kedepan.

Heaakh! Nindia menerjang.

Settt! Dherr! Ukhh!

Entah bagaimana, tubuh Telapak Akhirat menyelusup dan menggedorkan telapaknya di dada lawan. Nindia terbanting kebelakang keras. Telapak lawan bagai hantaman baja menghantam dadanya.

Telapak Akhirat tersenyum. Posisinya kembali semula, dengan satu tangan mementangkan telapak di depan.

Mata Nindia memancar merah, ia empos serangannya enam kali lipat, secepat kilat ia berkelebat, pedangnya menderu menyerang segenap bagian tubuh rawan lawan.

Sett! Dhuarr! Akhh!

Sekali lagi tubuh Nindia terbanting. Sungguh hebat Telapak Akhirat, kecepatan serangan lawan seakan tak berpengaruh baginya, telapak tangannya tetap saja berhasil menemui sasaran.

Aarghh! Nindia memekik, tubuhnya menggeletar. Suasana di sekitar mendadak tambah gelap, taring-taring dimulutnya makin mencuat, ia lempar pedang ditangan sampai amblas separuhnya ditanah.

Heakhh! Tubuhnya menghilang.

Telapak Akhirat yang telah dalam posisi bersiap terkejut. Satu desir angin melintas disampingnya. Wajah seram bertaring mengumbar tawa kemenangan.

Srek! Srek! Drrtt! Dherr!

Perisai energi Telapak Akhirat melindungi dia dari cakaran iblis musuh, tapi hantaman pukulan lawan membuyarkan perisainya, tubuhnya terpelanting kebelakang saat telapaknya berbenturan dengan lawan.

Nindia yang sudah mencapai puncak marahnya memburu tubuh lawan dengan cakar iblisnya.

Srat! Drrt! Dhar!

Ledakan terjadi kembali, tubuh Nindia terdorong  kebelakang. Satu sambaran yang mengeluarkan hawa sangat panas membentur serangan cakarnya.

Di depan sana, Telapak Akhirat masih terduduk lemas, berdiri disampingnya seorang lelaki paruh baya, rambutnya panjang sebahu, di tangannya tergenggam sebuah cambuk yang menyala merah. Si Cambuk Neraka.

Lelaki bercambuk itu memang Si Cambuk Neraka, suara gaduh di gerbang membuat dia memutuskan untuk melihat. "Tetap didalam apapun yang terjadi," pesannya pada orang-orang yang ada di dalam bangunan tempat tinggalnya. Begitu keluar, ternyata terjadi perkelahian hebat antara Telapak Akhirat dengan seorang musuh.

Cambuk Neraka cukup terkejut dengan rupa lawannya yang mengerikan. Beberapa lama ia hanya terdiam tak membuka suara.

"Hrerr.. akhirnya kau muncul juga Cambuk Neraka."

Dahi Cambuk Neraka berkerut, coba mengingat-ingat, dimana ia pernah berbentrok dengan manusia didepannya itu.

"Siapa kau?" tanyanya kemudian.

"Sang Pencabut Nyawa, hehehehe.."

Cambuk Neraka adalah tokoh kesohor, selama malang melintang di rimba persilatan tak satupun manusia yang mampu menghadapinya, mendengar jawaban musuh, amarahnya bangkit.

"Heh! Kau pikir wajahmu menakutiku, majulah!"

Nindia tahu, kesaktian lawan sangat tinggi, itulah mengapa ia mengorbankan diri di Kolam Rangka Iblis. Maka, di emposnya energi sakti sampai puncaknya. Uap hitam menyelimuti tubuhnya, energi yang menekan keluar begitu dahsyat.

Si Cambuk Neraka mengencangkan genggaman pada cambuk di tangannya, menetralisr bau karat yang menyesakkan.

Heakhh! Suara hentakan keluar dari mulut Nindia, tubuhnya berkelebat begitu cepat, dua cakarnya mengeluarkan suara mendecit mencoba merobek tubuh lawan.

Tapi musuh memang hebat, sekejap tubuhnya menghilang, suara cambuk menggeletar.

Dhuar! Dhuar!

Nindia terguling, sabetan cambuk tepat menghantam tubuhnya. Badannya hangus bagai terbakar. Kali ini ia merasakan sakit luar biasa.

"Hahaahaa, baru kau rasa keampuhan cambukku." tawa Si Cambuk Neraka.

Mendelik mata Nindia, tubuhnya kembali berkelebat, kabut gelap menyelimuti area pertempuran, mereka bertarung hidup dan mati, bergerak sangat cepat, saling mencari celah untuk mengalahkan lawan.

Hiaat! Ctar! Ctar! Ledakan Cambuk Neraka berkali-kali terdengar, sinar merah cambuk memudarkan kabut hitam yang dipengaruhi oleh serangan Nindia.

Cambuk ditangan lawan bagai bernyawa, secepat apapun gerakan yang dilakukannya, tetap saja tak mampu menembus pertahanan musuh, bahkan beberapa kali tubuhnya tersengat cambuk, yang menimbulkan rasa sakit panas luar biasa, seandainya tubuhnya masih tubuh manusia biasa, sudah pastilah ia mati sedari tadi, pikir Nindia di sela pertarungan.

"Mampus kau!" teriak Si Cambuk Neraka, cambuk ditangannya menerobos pertahanan lawan.

Ctar!

Sabetan cambuk menghantam tepat dada Nindia. Tapp! Dua tangan gadis menggenggam cambuk, panas yang luar biasa akibat hantaman cambuk di dada dan di dua tangannya tak di gubris. Ia salurkan hawa hitam iblis kecambuk.

Ouwh!

Refleks Si Cambuk Neraka melepas cambuknya, tangannya tampak menghitam.

Di depannya, lawan sudah menguasai cambuk, dengan tersenyum sinis memutar-mutarnya.

Heakhh! Hentakan serak kembali keluar dari mulut Nindia, cambuk api ditangan ia ledakkan kedepan, di lambari hawa iblis, kekuatan cambuk itu jadi hebat bukan main.

Si Cambuk Neraka tak tinggal diam, dua tangan mendorong kedepan, ia lontarkan pukulan andalannya sepenuh tenaga.

Dherrr!! Glegarr! Akhh!

Ledakan bagai guntur terdengar, tanah terbongkar berhamburan, percikkan bunga api bertebaran. Si Cambuk Neraka memekik, ia tak kuasa menahan hantaman cambuk tangan lawan, tubuhnya terhempas kebelakang mengepulkan asap.

Nindia menyeringai melihat lawan tak bangkit lagi. Lunas sudah dendamnya. Setelah puas melihat mayat lawan, kakinya melangkah hendak meninggalkan markas Si Cambuk Neraka. Cambuk lawan yang tadi terlepas dari genggamannya ia pungut kembali, diselipkannya di pinggang.

Si Telapak Akhirat yang sedari tadi hanya menyaksikan pertarungan membuka mulut, "Hendak kemanakah engkau?"

"Pergi. Dendamku sudah tuntas, kuharap kau jangan menghalangiku."

Lelaki tua itu mengangguk, "Aku sudah tak bertuan sekarang, tak perlu lagi aku menggempurmu."

Perempuan itu melanjutkan langkahnya. Dendam akan selalu muncul selama manusia masih mengumbar nafsunya, mungkin suatu saat ia akan menghadapi orang-orang yang akan meminta pertanggungjawaban atas apa yang dia lakukan hari ini. Tapi sampai waktu itu datang, Ia akan menyepi di kediaman kakeknya. Si Pemangku Kolam Rangka Iblis.

Sekian.

Kumpulan Cerita Misteri, Cerita Silat, Cerita Horor, Cerita Remaja, Cerita Anak, Cerita Religi, Cerita Lucu, Cerita Sejarah, Cerita Petualangan, Cerita Detektif, Cerita Pendek, Cerita Serial, dll.

Post a Comment

Previous Post Next Post