RIMBA BARA - Lelaki Tua Bertongkat Kristal


Banyak yang harus mereka bertiga lakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Baskara membagi tugas antara ia, Laras dan Tanjung. Urusan yang berat-berat seperti mengumpulkan kayu dan mengambil air ia kerjakan, sedang pekerjaan di dapur dan berbenah pondok dilakukan oleh dua gadis itu.

Untuk mencukupi persediaan makanan, Baskara acap berburu atau mencari ikan di sungai. Laras dan Tanjungpun tak mau kalah, mereka telaten berkeliling di sekitar pondok mengumpulkan dedaunan, jamur, dan buah hutan yang dapat di makan.

"Jangan terlalu jauh, kita belum tahu bahaya yang apa yang mungkin kalian temui," pesan si pemuda tiap dua gadis itu meminta ijin untuk keluar pondok.

Tak terasa hampir dua minggu mereka terperangkap di hutan. Sudah berkali-kali Baskara mencoba menjelajah, namun belum jua ia melihat tanda-tanda jalan keluar.

Tapi Baskara bukanlah pemuda yang lemah semangat, ia memiliki keyakinan pada akhirnya pasti kan ia temukan cara meninggalkan hutan tersebut.

***

Pagi itu, kala matahari baru mengintip di ufuk timur, Baskara telah bangun dari tidurnya. Seperti biasa, segera diambilnya dua ember yang terbuat dari kayu untuk mengambil air di sungai. Dengan cekatan ia berlari-lari kecil menuju sungai. Beberapa kali ia bolak balik mengisi gentong kayu di belakang pondok dengan air. Tak ada rasa lelah ia rasa, karena pekerjaan semacam itu sering ia lakukan waktu masih menuntut ilmu.

Setelah ia menyelesaikan tugas mengambil air di sungai, kembali ia bermaksud berkeliling hutan. Di langkahkan kakinya lurus kearah depan pondok. Diantara bentangan rerumputan yang menghijau, adapula beberapa pohon besar berdiri menjulang di sana.

Baru beberapa puluh meter melangkah, matanya yang awas berkerut saat di bawah pohon besar di depannya terlihat sesosok tubuh tegak berdiri. Manusiakah? Pikirnya. Tanpa di sadari dipercepatnya langkah menuju tempat sosok tubuh yanh ia lihat itu berdiri.

Benar! Manusia! Teriak hatinya girang. Bagaimana tidak girang, bila ada manusia tentu ada pemukiman juga di daerah ini, itu simpulannya.

Setelah dekat baru tampak jelas sosok orang tersebut. Tua, bekumis dan berjenggot panjang yang telah memutih seluruhnya, mengenakan pakaian macam orang suci berwarna putih, dan memegang sebuah tongkat. Mata Baskara sekilas melirik pangkal tongkat, sebuah batu kristal berwarna putih kekuningan seakan tertanam disana.

Lelaki tua itu tersenyum ramah melihat kedatangan Baskara. Kepalanya mengangguk seakan menyambut kehadiran si pemuda.

Mereka kini hanya berjarak satu tombak, Baskara menyatukan dua telapak tangan, membungkuk memberi hormat.

"Salam tuan," ucapnya.

"Salam juga ananda," balas si orang tua.

Sesaat Baskara diam, entah mengapa agak sungkan mulutnya untuk berkata.

"Jangan ragu, sepertinya belum lama ananda berada di daerah ini," ujar si orang tua, seolah mampu membaca pikiran si pemuda.

"Eh, benar tuan. Perkenalkankah, nama hamba Baskara, seorang pemuda pengembara, apakah tuan tinggal di daerah ini?"

Orang tua itu mengangguk, "Aku memang sudah lama tinggal di sini Baskara, orang-orang mengenalku sebagai Ki Raganata."

"Tapi semenjak saya tiba di sini baru ini saya melihat Aki?"

"Ha, memang aku selalu berpindah-pindah, sesuai kakiku melangkah," Ki Raganata menjelaskan. "Apakah pondok di sebelah sana tempat ananda tinggal?" tanyanya sembari memandang ke arah dimana pondok yang di buat Baskara berdiri.

"Betul Ki," jawab si pemuda.

"Nanda bangun sendiri?"

"Tidak Ki, ada rekan saya, dua orang gadis yang membantu."

"Ohh, demikian kiranya," Si orang tua yang mengenalkan diri sebagai Ki Raganata mengelus jenggotnya. "Bagaimana Ananda bisa sampai masuk ke hutan ini?" tanya si orang tua kembali.

Baskara memandang wajah si orangtua, tampak teduh dan mengandung kebijakan. Entah mengapa ia langsung menaruh kepercayaan dengan orang tua yang baru di temuinya tersebut. Maka lantas saja Baskara menceritakan panjang lebar pengalamannya tersesat beberapa waktu ini hingga akhirnya terpaksa mendirikan pondok sederhana di dalam hutan tersebut.

"Begitulah Ki, sungguh mengherankan, hutan ini terlihat sama dengan hutan-hutan lain, tapi sungguh unik, karena alangkah sukarnya keluar dari tempat ini," ucap Baskara selesai bertutur.

Si lelaki tua tersenyum, "Ananda salah duga, sungguh tak mengherankan mendengar ceritamu, bertahun-tahun aku menjelajah hutan bukan tanpa maksud, karena sesungguhnya hutan ini bukan sekedar hutan biasa, siapa yang telah masuk kelingkar bara, akan sulit untuk keluar, bahkan sampai kini belum pernah aku temui satu manusia yang berhasil" jelas Ki Raganata.

"Maksud Aki?" tanya si pemuda kebingungan.

"Ketahuilah, hutan yang saat ini engkau pijak bernama Rimba Bara, hutan yang di dalamnya penuh misteri dan bara maut yang sentiasa mengancam. Satu wilayah yang belasan tahun yang lalu terkena puji mantera dari Biang Mistik, hingga tak satupun makhluk di dalamnya yang bisa keluar dari hutan," jawab si orang tua panjang lebar.

"Maksud Aki ada tokoh sakti jahat yang telah mengutuk tempat ini?"

"Sebaliknya, bukan bermaksud jahat, tapi mencegah angkara murka menyebar keseluruh bumi," Ki Raganta menerangkan.

"Kejahatan, angkara murka? Sebenarnya ada kejahatan apakah di dalam hutan ini Ki?"

"Nanti ananda akan mengetahuinya," sesaat lelaki tua itu memandang langit yang makin terang. Kemudian ia kembali berkata, "Yang jelas, tiada yang memintaku, hanya tanggung jawab membebani, maka ku tugaskan pada diriku untuk membiarkan sisa umur terus melangkah, agar dapat mengingatkan sesiapa yang tersesat akan bahaya menanti."

Ia pandangi wajah Baskara, "Seperti ananda misalnya."

Baskara termenung, mencoba  meresapi perkataan si orang tua. Apakah berarti ia dalam bahaya sekarang? Bahaya yang ia belum tahu tapi sedari tadi di singgung-singgung oleh si orang tua? Ah, otaknya makin kacau dengan semua ini.

"Lantas, apakah yang musti saya lakukan Ki? Bilakah bahaya itu nyata adanya, adakah tempat dimana kami berlindung?" tanyanya akhirnya.

Si orang tua menggeleng, "Bukan maksudku memintamu berlindung ananda. Memang ada beberapa hunian di wilayah ini. Tapi terkhusus Ananda, mungkin suasana, penampilan, ataukah getaran jiwa, yang jelas manusia macam tuan tak pantas berlindung, itu yang ku rasa," jawabnya dengan tatap mata sekilas menajam.

Mendengar apa yang disampaikan si orang tua, Baskara makin bingung, ia pandangi Ki Raganata yang terlihat menancapkan tongkatnya dengan mudah hingga berdiri tegak, dan setelahnya mengambil duduk di akar besar yang menonjol keluar. Banyak yang ingin ditanyakan, tapi semua campur aduk, kesulitan buatnya untuk memilah, mungkin nanti saja ia berbicara lagi dengan si orang tua? Eh, bagaimana kalau ia kembali ternyata si orang tua sudah raib dari tempatnya?

Seakan kembali mampu membaca pikiran, Ki Raganata berucap, "Kembalilah kemari bila ada yang ingin Nanda tanyakan, aku tak akan kemana-mana untuk saat ini."

Baskara tergeragap, ia mengangguk, "Baik Ki, kalau demikian saya mohon diri dulu, ada beberapa pekerjaan hendak saya lakukan," ujarnya. Lalu ia membungkuk memberi hormat dan meninggalkan teduhnya pohon besar dimana Ki Raganata kini duduk dengan tenangnya.

***

Rimba Bara? Jadi itulah nama hutan ini? Sebuah hutan yang terkena kutuk seseorang, hingga tak ada makhluk yang mampu meninggalkan hutan? Kejahatan katanya tadi? Sebegitu mengerikankah kejahatannya hingga harus di kurung sedemikian?

Simpulan-simpulan terus bermunculan di benak Baskara. Satu hal yang membuatnya bergairah ialah apa yang di sampaikan si orang tua, ada beberapa hunian di wilayah ini, itu pertanda akan di temuinya orang selain dirinya. Dan lagipula kini ada si orang tua yang menjadi orang keempat diantara mereka, walau terkesan ringkih dan tua, Baskara memiliki keyakinan bila Ki Raganata menyimpan satu kekuatan tersembunyi di dirinya.

Mungkin terdorong oleh jiwa ksatria yang telah tertempa bertahun-tahun, kini Baskara tak lagi memiliki minat untuk mencari jalan keluar dari tempat dimana kini ia berada. Satu gelora yang kini berkobar, ialah keinginan untuk menyelidiki misteri yang terkandung di dalam hutan ini.

Bersambung.

EPISODE SEBELUMNYA | EPISODE SELANJUTNYA

Baca SERIAL RIMBA BARA lainnya.

Kumpulan Cerita Misteri, Cerita Silat, Cerita Horor, Cerita Remaja, Cerita Anak, Cerita Religi, Cerita Lucu, Cerita Sejarah, Cerita Petualangan, Cerita Detektif, Cerita Pendek, Cerita Serial, dll.

Post a Comment