GENG OKNUM - Misteri Jimat yang Tertinggal


Geng Oknum adalah sekumpulan anak muda yang punya minat menyelidiki berbagai peristiwa yang mereka jumpai, terutama hal-hal mengandung misteri ataupun kasus yang membutuhkan pemecahan. Terdiri dari tujuh anak muda, yakni: Roby, Aris, Dimas, Ade, Edy, Arul, dan Riyan. Tapi memang dalam beberapa kejadian, tidak selalu mereka bertujuh terlibat.

***

Geng Oknum ceritanya lagi nginep di Kost-an tempat teman mereka. Lukman namanya. Tempat kostan itu berupa asrama yang terdiri dari belasan kamar yang disewakan sebagai tempat indekost para mahasiswa yang kuliah. Letaknya di sebuah daerah kota yang memang menjadi para pelajar untuk menempuh pendidikan.

"Wiih halan-halan kita," celoteh Aris dengan kawan-kawannya.

"Iya halan-halan ke kota," timpal Dimas.

Mereka berangkat naik transportasi umum, kurang lebih satu jam sampailah mereka ke kostan kawan mereka. Ternyata sesampainya disana si temen lagi keluar, pintu kostannya terkunci, lagi mereka bingung satu pintu di sebelah samping terbuka. Seorang pemuda berulit hitam bertelanjang dada berucap, "Kawan Lukman ya?" tanyanya, Geng Oknum mengangguk.

"Lagi ke kampus, masuklah dulu kemari sambil menunggu," aucap pemuda itu sembari menawari. Geng Oknum tak melepas tawaran, merekapun masuk ke kamar temen kostan si Lukman.

Kamar nya berukuran kruang lebih tiga kali tiga meter, kamar yagn benar-benar berantakan, baju dan buku tergeletak begitu saja, maklumlah kamar anak muda.

"Ayo duduklah jangan sungkan-sungkan," selesai berucap ia berjalan ke belakang, rupanya ada semacam ruang lagi di bagian belakang, mungkin dapur sekaligus berdampingan dengan kamar mandi.

Geng Oknum mengambil duduk di lantai, tak ada kursi di kamar itu. Selagi mereka asyik membaca-baca beberapa majalah yang tergeletak disitu, dari belakang rekan Lukman keluar. Sebuah nampan berisi empat buah gelas yang tampaknya berisi kopi ada ditangannya. Diletakannya nampan itu, "Wah sorry banget, gak bisa nyuguhin apa-apa, cuman ada kopi ini," ujarnya.

"Aduh pake repot-repot mas, jadi gak enak ini," ucap Ade.

"Jadi gak enak, apa jadi enak," kelakar Aris sambil menyenggol bahu Ade.

"Semprul.." cuma itu yang keluar dari mulut Ade. Yang lain tertawa melihat dua kawannya bergurau.

Kawan sekostan Lukman yang bernama Gito itu rupanya pandai bermain gitar, setelah cukup lama berbasa-basi, Gito ambil gitarnya yang ada di pojokkan kamar, dan sambil menunggu merekapun asyik bernyanyi-nyanyi diringi gitar oleh Gito.

Tak terasa waktu hampir tengah hari, dan Lukman belum juga pulang, karena tak enak, merekapun permisi pada Gito dengan alasan mencari makan siang dulu. "Dimana mas warung yang enak?" tanya Edy.

"Oh keluar aja dari jalan ke kanan, kalo ada perempatan belok kiri, nah tak jauh dari situ di sebelah kanan ada rumah makan yang masakannya lumayan enak, rumah makan Mbak Ijah."

Mereka berempatpun beranjak menuju tempat makan yang dimaksud. "Weh asem juga si Lukman, ditungguin sampe siang gini gak pulang juga," celutuk Aris.

"Ya salah kita juga kurang matang dalam perencanaan, kitakan gak ngabari kalau mau ke sini," kata Edy.

Selagi mereka ngobrol sampai diperempatan ada serombongan pemuda jalan dengan gagahnya, salah satunya bahkan seperti sengaja  menabrakkan bahunya ke si Ade yang kontan berhenti, Edy langsung meraih bahu Ade, "Udah, jangan!" cegahnya. Terdengar suara tawa dari arah rombongan pemuda.

"Sengaja cari perkara itu bro, inget kita di daerah orang, bisa remuk kita kalau macem-macem." mendengar penjelasan Edy, turun juga emosi Ade, merekapun melanjutkan perjalanan.

Makanan di tempat Mbak Ijah memang enak, murah lagi, satu hal penting yang mereka dapatkan selagi makan adalah dari percakapan para mahasiswa, yakni seringnya pencurian terjadi di daerah sini, yang diambil adalah barang-barang milik pelajar yang ngekost.

Selesai makan mereka berkeliling menikmati pemandangan di area situ, bahkan sempet mampir ke sebuah mini market untuk membel beberapa makanan ringan dan minuman, buat stok nanti malam di kostan Lukman.

Setelahnya mereka kembali ke kostan, Lukman rupanya sudah kembali. "Widiih! Kalian ini berkunjung nggak kabar-kabar, tahu mo dateng gak akan ke kampus aku hari ini," sambutnya.

"Jangan gitu ah, pendidikan tetep harus prioritas," ucap Dimas. Mereka berjabat tangan dan segera di ajak masuk ke kamar kost Lukman.

Setengah harian mereka asyik berkelakar, saling berbagi cerita dan pengalaman. Suasana makin riuh saat terdengar suara musik dari satu kamar.

"Anto itu, anak stress, kalo nyetel musik keras-keras gitu," kata Lukman menjelaskan.

"Seru juga tu kayaknya, gini-gini juga dulu gua anak metal," celetuk Aris. "Gua geser dulu dah, mo nimbrung ma yang nyetel ntu musik," lanjutnya. Tanpa menunggu yang lain menanggapi ia segera bangun dari duduknya dan keluar kamar.

"Biarin aja tu anak, biar gabung ma yang sejenisnya, he he he..." ujar Ade lantas terkekeh.

Hingga menjelang maghrib mereka asyik melanjutkan obrolan, memang rencananya mereka hendak menginap di rumah Lukman. Dikamar Anto masih terdengar suara musik di putar dengan keras, memang sableng juga tu anak, bener-bener gak inget waktu, dan temen mereka si Aris juga belum nongol, betah juga tu anak.

Tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan dari luar.

"Bajingan! Gak punya otak!" terdengar suara makian meledak-ledak. Lukman, Ade, Dimas dan Edy segera bangun dan melihat keluar.

Seorang lelaki dengan perut gendut hanya memakai kain sarung mengacung-acungkan tangan di depan kamar Anto, memaki-maki tak karuan.

"Gua juga dulu preman tau! Maghrib gini nyetel musik keras-keras! Emang lu orang kira di hutan! Bajingan!"

Musik memang kontan mati, dari dalam tampak Aris, dan beberapa pemuda keluar, mereka tertunduk, kedua tangan di silang kebawah. Hampir terkikik Dimas, melihat Aris yang pucat, dasar gendeng juga temen mereka yang satu itu, karena begitu keluar sudah bertelanjang dada, tubuhnya tampak berkeringat pula, rupanya tadi di kamar si Anto lagi ada pesta musik metal, positif, Aris, Anto dan kawan-kawannya barusan berjingkrak-jingkrak.

"Maaf Bang.." ucap salah satu pemuda.

"Maaf! Maaf! Pala lu maaf! Awas! Kalo gua denger lagi lu pada puter musik keras-keras!" tukas lelaki gemuk itu sambil acung-acungkan tangan yang mengepal. Setelah puas memaki, kemudian lelaki gemuk meninggalkan area indekost dengan tubuh di tegap-tegapkan.

Aris tampak berbicara dengan salah satu pemuda yang ada di depan pintu, melambai, lalu menuju kamar Lukman. Melihat kondisi Aris yang berkeringat, gak pake baju, dan habis menerima makian, kontan teman-temannya tertawa geli.

"He he he.... Kapokk... makanya ingat umur mas bro!"

Malamnya sehabis makan mereka pergi ke kota naik angkot. Seru juga, keramaian kota membuat mereka betah berlama-lama. Aris yang sore tadi baru di omelin orang pun dah lupa dengan kenangan buruknya, ia asyik kembali bercanda dengan kawan-kawannya.

Walau tak ada barang yang mereka beli, tak nanti mereka sia-siakan kesempatan keluar masuk toko hanya sekedar melihat-lihat, sekalian survey jugalah, nanti kalo pas ada rejeki mereka bisa balik lagi ke sana buat beli tu barang kalau ada yang menarik.

Puas keluar masuk toko mereka cari tempat nongkrong sambil minum kopi. "Kita mesti sering kumpul-kumpul macam ini ya kan bro?" ujar Dimas sambil menepuk bahu Edy.

"Yak betul, memang perlu juga kita kumpul-kumpul macam ini, apalagi pas libur," balas Edy.

Kurang lebih satu jam setengah mereka santai di warung kopi, Lukman mengajak mereka pulang,"Dah malem ni, kita balik dululah tempat kostanku, lagian kita mesti jalan kaki nih, soalnya jam segini dah gak ada angkot lewat, gak pha-pha kan?" ucapnya,

"Selow mas bro, kita biasa jalan kaki menempuh perjalanan, kitakan laki-laki perkasa, ya kan kawan-kawan?" kata Aris sambil menyikut Ade.

Perjalanan menuju tempat kost memang lumayan jauh, kurang lebih tiga kiloan, biar begitu mereka nikmati dengan candaan, bahkan Edy sempet juga beli gorengan di pinggir jalan, "Buat nti malem, kita rencana begadang toh?"

Sampai di tempat kost hampir pukul 12 malam, mereka pikir tentu kostan dah sepi dan penghuninya dah pada tidur. Tapi rupanya dugaan mereka keliru, karena begitu sampai di kostan suasana ramai, ada ada?

Anak-anak kost tampak berdiri di depan kamar Gito, begitu sampai di depan kamar kawannya itu, Lukman langsung membuka mulut, "Ada apa ini?" tanyanya.

"Maling Man, maling.."

"Maling? Siapa yang kemalingan?" tanyanya lagi.

"Aku Man.." Gito yang buka suara.

"Waduh.. apa yang hilang Git...?"

"Laptop.. laptopku raib.."

"Darimana malingnya masuk mas?" tanya Edy tertarik.

Gito menunjuk arah belakang, "Dari dapur itu bang.. sepertinya masuk dari atas genteng.."

Edy mengangguk, "Boleh kami lihat?"

"Boleh, silahkan aja... tadi aku ni lagi keluar tempat kostan kawan, eh kurang lebih sejam yang lalu pulang, tahunya dah raib tu latop," jelasnya.

Geng Oknum masuk kamar Gito, mereka menuju ke belakang. Di atap beberapa buah genteng tampak terbuka, kayu rengnya tampak seperti di patahkan, memang betul kata temen Lukman, malingnya dari belakang.

Selagi memeriksa, Ade melihat sesuatu berwarna hitam dengan terkait di satu paku yang tertancap di tembok, ia gapai benda itu, begitu di tangannya ia pandangi, "Apa ini?" tanyanya sambikl tunjukkan ke teman-temannya.

Edy dan Dimas menggeleng, Aris berucap, "Kayak jimat itu.. yang biasa di pakai orang-orang dulu.. mbahku ada punya soalnya..."

"Simpan aja dulu.. " kata Edy.

Ade segera mengantongi benda itu, baru ia kantongi dari depan terdengar suara ribut-ribut.

"Abang ini mo ngapaian...?" tanya Gito pada seseorang.

"Kamu gak perlu tahu, bentar aja aku masuk, ada barangku yang tertinggal..!"

Dari luar pintu kamar masuk seorang pemuda berkulit hitam berambut keriting, Geng Oknum mengenali pemuda itu sebagai salah satu rombongan pemuda yang hampir bertabrakan dengan mereka siang tadi.

Si pemuda melirik Geng Oknum dan mendengus, berjalan menuju bagian belakang kostan Lukman.

"Mana benda itu.. sial!" terdengar makian.

Tak lama si pemuda kembali keluar. Dia memandang Geng Oknum yang sedari tadi berdiri di kamar. "Ngapa kalian!" bentak si pemuda.

"Abang nyari apa?" tanya Edy.

"Jimat.. jimatku hilang! Kalian liat!?"

Edy menggeleng sambil melirik ke si Ade. "Nggak bang, memang hilang dimana?"

"Mau tahu aja kamu urusan orang!" kembali ia mendengus dan langkahkan kaki keluar. "Minggir!" teriaknya ketika dilihat beberapa anak kost berdiri di depan pintu.

Seperginya si pemuda keriting, Edy segera hampiri Gito, "Itu tadi siapa?"

"Yang kutahu itu si Sopyan, preman terminal bang.."

"Mas tahu tinggalnya dimana?" tanya Edy kembali.

"Tahu.. memang kenapa?"

"Kalo gitu bisa antar kami kesana."

Gito mengangguk, merekapun segera mengikuti Gito menuju tempat tinggal si pemuda keriting yang bernama Sopyan itu, sedang Lukman diminta tetap tinggal di kostan.

Suasana daerah kost-kostan dah sepi, penghuninya rata-rata dah terlelap dalam mimpi. Geng Oknum berjalan pelan dibelakang Gito. Edy dengan berbisik bilang ke pemuda yang kecurian laptopnya itu agar berjalan santai saja, jangan sampai mengganggu warga yang istirahat.

"Kalo dah mo nyampe bilang mas.. " ucap Edy dengan berbisik di tengah jalan. Gito mengangguk.

Setelah melewati beberapa gang temen si Lukman berhenti. tangannya menunjuk ke depan, "Bang, rumah si Sopyan perempatan itu, belok kiri, rumahnya yang ketiga sebelah kanan," bisiknya.

Edy menaruh jari telunjuk di bibirnya, "Kalian tunggu sini.."


Kemudian anggota Geng Oknum itu dengan langkah pelan meninggalkan kawan-kawannya, sampai diperempatan ia melihat situasi. Rumah-rumah tampak sepi, matanya memandang ke rumah ketiga di sebelah kiri perempatan, dari situ ia bisa melihat sebuah rumah tanpa pagar. Kembali ia melangkahkan kaki, langkahnya di teruskan maju begitu sampai di rumah ketiga sebelah kanan itu, tapi tak jauh ia melangkah ia berhenti, sudah di lihatnya kondisi rumah, masih kelihatan nyala terang di bagian dalam. dengan perlahan ia berbalik dan mendekati rumah, diintainya, ia lihat beberapa motor ada diluar, dengan sigap dan berani ia masuk kehalaman, pintu depan rumah terkunci, tapi samar ia dengar  percakapan dari dalam. Tubuhnya ia selinapkan ke samping, pelan ia merunduk dan tempelkan telinga.

"Sial!" terdengar satu suara.

"Sudah bang, besok-besok bisa abang beli lagi jimat macam itu..."

"Brengsek kalian! Memanga barang itu bisa di dapat di sembarang tempat apa!?"

"Ya udah, gini aja bang, itu laptop yang abang curi tadi besok di jual aja... terus hasil penjualannya bisa di buat mahar buat dapetin jimat macam tu lagi bang.." uja satu suara.

Terdengar suara mendengus.

Klontang!

Edy terkejut. Ia lihat seekor kucing menjatuhkan kalen yang ada di kursi di serambi rumah.

"Siapa itu!" satu suara membentak.

Dengan beringsut Edy menggeser tempatnya menguping kebelakang, terlindung area gelap.

Meongg..

Suara pintu terbuka, "Heh! Kucing rupanya.. sial!" Suara pintu di tutup.

Tak lama setelah pintu tertutup, Edy segera berindap keluar dari laman rumah, begitu berhasil ia menarik nafas lega, segera ia melangkah menuju perempatan jalan berbelok kekanan.

Ditempatnya semula, Gito dan kawan-kawannya masih menunggu, "Gimana?" tanya Dimas.

"Nantilah, kita balik dulu," jawab Edy.

Mereka segera kembali ke tempat kostan, sesampainya di kostan, Edy segera menceritakan apa yang dialaminya, "...... begitulah, dari awal aku sudah curiga dengan pemuda itu, aneh to! Masak tahu-tahu dateng nyariin jimat, kalau bukannya dia yang tadi masuk ke kostan Gito siapalagi..."

"Terus gimana ini?" tanya Gito.

"Kita segera ke kantor polisi.."

"Oke, kebetulan ada posnya di daerah sini, kita kesana aja, nti abang bisa cerita apa-apa yang abang lihat dan dengar tadi.."

Merekapun segera ke pos polisi yang dimaksud Gito,  segeralah Edy melaporkan segala apa yang mereka alami dan yang ia tahu. Pihak aparat yang mendapat laporan segera menindak, apalagi memang mereka sudah mendengar banyaknya kasus pencurian di daerah itu.

Akhirnya dengan bantuan Geng Oknum, Komplotan pencuri pimpinan Sopyan berhasil di ringkus, mereka selain jadi calo di terminal rupanya melihat peluang di daerah kostan sangat menjanjikan untuk target operasi, karena seringkali para penghuni kost meninggalkan tempat kostannya, nah itulah saat yang tepat bagi mereka beraksi, apalagi mereka sudah paham betul lokasi di daerah tersebut. Soal Jimat? Jimat itu rupanya barang sugesti Sopyan, dengan keyakinan asal tetap pakai jimat segala aksi kejahatannya bisa berjalan dengan lancar.

Kasus selesai.

Baca SERIAL GENG OKNUM lainnya.

Kumpulan Cerita Misteri, Cerita Silat, Cerita Horor, Cerita Remaja, Cerita Anak, Cerita Religi, Cerita Lucu, Cerita Sejarah, Cerita Petualangan, Cerita Detektif, Cerita Pendek, Cerita Serial, dll.

Post a Comment

Previous Post Next Post