Rahasia Sang Penulis


Rumah itu tak seberapa besar, berada dipinggiran kota kecil, di apit oleh kebun singkong di kanan kirinya, didepan rumahpun hanya ada pekarangan kosong penuh ilalang.

Malam telah larut, di satu kamar di rumah kecil itu tampak seorang pemuda tengah duduk santai, ada sebuah handphone di tangan kanannya. Ia bernama Ancala, berprofesi sebagai penulis amatir. Ancala kala itu tampak asyik memandangi layar ponselnya sembari terkadang tersenyum. Senyumnya dikarenakan ia melihat angka-angka menunjukkan popularitasnya semakin naik. Tak sia-sia ia menghabiskan waktu sepanjang malam untuk menggagas ide-ide baru untuk ceritanya.

Malam seperti itulah, dikala kesunyian menyungkupi tempat ia tinggal, berbagai ide baru seringkali bermunculan, tentang kisah-kisah yang mencekam, dan teror-teror yang meninggalkan beribu misteri.

Pernah satu saat Ancala hampir berputus asa untuk menulis. Bukan tanpa sebab, tapi karena ia menganggap dunia tidak menghargai karyanya. Belasan bahkan puluhan cerita diunggahnya, minim sekali pembaca yang tertarik untuk menikmati hasil karyanya.

Untunglah dia bukan tipikal pemuda yang gampang menyerah. Selalu diluangkan waktu untuk mengoreksi ulang tulisan-tulisannya, dan membandingkannya dengan penulis lain. Bahkan disengajanya mencari malam-malam yang di anggap keramat, untuk menambah mistis karya yang ia buat.

Dan semua itu kini membuahkan hasil. Karya misterinya makin banyak di gemari, ditunggu-tunggu oleh penggemar setianya. Beberapa komentar positif makin menambah semangatnya untuk terus menulis. Ancala sangat bernafsu menyematkan rasa takut yang mendalam, sebagai rasa terimakasihnya bagi para pecinta tulisannya.

Lampu dikamar yang berukuran 3 x 4 meter itu berkedip-kedip. Pemuda itu mengarahkan pandangnya ke atas sesaat. Sarang laba-laba menggumpal di sekitar wadah bohlam lampu. Ah, tampaknya ia perlu membeli bohlam baru esok, pikirnya.

Kemudian jarinya kembali menggeser layar handphone. Teror Pisau Berdarah. Ancala ingat betul, cerita itu merupakan awal meningkatnya kepopulerannya sebagai penulis. Sebuah cerita yang mengisahkan tentang pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan oleh sosok misterius ditengah malam, dengan bersenjatakan sebuah pisau yang menghitam, dibaluti dengan darah! Darah mengering dari para korbannya! Dan yang lebih menambah misteri, si pembunuh tak berhasil tertangkap. Pandangan ngeri dari korban terakhir yang mengenali si pembunuh merupakan orang dekatnya, sebelum satu tikaman mengakhiri hidup si korban, itulah ending cerita yang dibuatnya.

Ancala kembali tersenyum. Jenius! Satu kata terlontar dalam hati si pemuda mengingat apiknya akhir ceritanya itu.

Tangan kanannya meraih sebuah gelas di atas meja, diteguk isinya. Sial! Sudah habis rupanya. Dengan malas Ancala bangun. Kakinya melangkah keluar kamar, diruang makan ia buka kulkas, diraihnya botol berisi air putih, dan dituangkan kedalam gelas yang dibawanya. Matanya memandang kearah jam dinding, pukul setengah satu.

Diteguknya air di dalam gelas beberapa kali, diisinya kembali hampir penuh, dimasukkannya kembali botol kedalam kulkas, dan kembali ia melangkah menuju kamar dengan gelas ditangan. .

Dihenyakkan pantatnya di kursi semula. Selagi tangan kirinya memainkan ponsel, tangan kanannya kini sibuk memutar-mutar sebuah pulpen. Waktunya sudah tepat, lewat tengah malam, suasana di luarpun sunyi senyap, dibiarkan perasannya larut dalam suasana menakutkan, hal itu biasanya sangat membantu meletupkan ide yang cemerlang untuk bahan tulisannya. Ya, sudah lewat satu minggu ia tak menulis, karena itulah, ia bertekad malam ini harus menemukan satu ide baru buat tulisannya.

Setelah berkutat hampir setengah jam, wajah Ancala tampak berseri, matanya yang setengah memejam terbuka lebar, sesuatu hinggap difikirannya, sebuah ide telah didapat! Misteri Mayat Tergantung! Itulah judul untuk kisah misteri selanjutnya!

Tangan Ancala mengepal, ia merangkai-rangkai jalannya cerita. Sebuah kisah tentang teror manusia pembunuh, yang mengintai ditengah malam, dengan seutas tali kuat mencari cela lengah para calon korban, dan akan sigap menghabisi begitu ada kesempatan, menggantungnya hingga mata melotot dan lidah terjulur! Uhh.. pasti menimbulkan sensasi ketakutan bagi pembacanya.

Tapi? Bagaimana endingnya! ? Si pemuda mengerutkan dahi, beberapa lama ia tampak berpikir keras, sampai dengan spontan kepalan tangannya tiba-tiba memukul meja. Ya! ia akan buat di akhir cerita ditemukan dua mayat, mati dengan leher membiru seperti tercekik, dan seutas tali tambang ada diantara mayat. Nah, berakhir sudah teror pembunuh. Eits! Tidak sesederhana itu, karena ia akan menambahkan tulisan, bahwa tidak ada diantara dua mayat merupakan si pembunuh, karena itu hanyalah trik Si pembunuh aseli untuk mengacaukan penyidikan, sedang si penyebar teror tetap bebas berkeliaran, pergi, mencari daerah perburuan baru.

Mantap! Seru Ancala dalam hati. Semua sudah tertata rapi, tinggal nanti ia tambahkan bumbu-bumbu penyedap untuk menambah kesan horor pada ceritanya. Jeritan, darah, raungan di kegelapan, hal-hal semacam itulah.

Kepalanya mengangguk-angguk tanda puas, ia bangkit dari duduknya. Langkahnya menuju dapur, sebuah lemari tua ditujunya, ditariknya laci pada lemari itu. Pandang matanya menjelajah, tangannya mengorek-ngorek. Ah, sayang tak ditemuinya barang yang ia cari. Kakinya kemudian melangkah menuju pintu belakang, dibukanya pintu, udara dingin menyelusup masuk. Kepakkan burung malam dari kegelapan tak mengejutkan si pemuda, tangannya meraba-raba di pinggir dinding bagian belakang rumah.

Seutas tali panjang terpegang tangannya. Benda itu! Sesuai dengan maunya. Lantas ia ambil sebuah pisau, dengan cekatan dipotongnya tali itu. Setelah mendapat yang ia mau, Ancala kembali masuk kedalam rumah. Digenggaman tangannya kini tergulung seikat tali tambang yang cukup panjang. Ditarik-tariknya tali dengan dua tangannya, cukup kuat.

Kembali si pemuda masuk kedalam kamar, diraihnya sebuah jaket usang berwarna gelap yang tergantung di balik pintu dan memakainya. Lantas dijejalkannya tali tambang tadi kedalam jaket. Sebuah topi hitam tak lupa dikenakan di atas kepalanya.

Sebuah cerita akan sangat memengaruhi pembaca bila ada kejadian yang mirip benar-benar terjadi, itu keyakinan Ancala. Ide untuk cerita telah ia buat, kini yang harus dilakukannya membuat sebuah kejadian yang menyerupai, tak perlu sama persis, satu korban saja cukup sudah. Di jamin akan meningkatkan popularitas tulisannya. Seringai tersungging di bibir Ancala.

Kemudian bergegas si pemuda menuju pintu depan. Uh, kakinya terantuk dengan sebuah karung plastik besar yang ada diruang tengah. Aih, kenapa ia lupa membuang bahan ceritanya minggu kemarin? Mayat-Mayat Dalam Karung, itulah judul cerita misterinya seminggu yang lalu. Sesaat Ancala geleng-gelengkan kepala. Pastilah karena ia terlalu sibuk tepekur dalam kamarnya. Tapi tak apalah, akan ia bereskan nanti, lagipula semua itu demi memuaskan imajinasi para penggemarnya.

Sekian.

Kumpulan Cerita Misteri, Cerita Silat, Cerita Horor, Cerita Remaja, Cerita Anak, Cerita Religi, Cerita Lucu, Cerita Sejarah, Cerita Petualangan, Cerita Detektif, Cerita Pendek, Cerita Serial, dll.

Post a Comment

Previous Post Next Post