Raja Begal Kali Urang


Kereta kuda itu berjalan lambat, seakan penuh dengan muatan, beberapa kali sang kusir yang mengenakan caping menghela kuda-kuda penarik kereta, agar lebih semangat jalannya.

Terik mentari menyengat tepat di atas kepala, beruntung kereta mulai memasuki satu kawasan hutan, pepohonan di kiri kanan jalan setidaknya sedikit melindungi dari panasnya terik matahari.

Penumpang kereta mungkin tak tahu satu bahaya mengancam dari rerimbunan pohon di depan. Belasan orang bertampang garang diam bersembunyi mengawasi, di pinggang mereka masing-masing tersembul gagang golok. Pembegal. Yah, memang belasan orang yang tengah bersembunyi itu merupakan rombongan begal. Pemimpin mereka menjuluki kawanannya Begal Kali Urang, karena di hutan wilayah mereka berdiam tersebut ada sebuah sungai yang bernama Kali Urang.

Pemimpinnya yang merupakan seorang bertubuh tinggi besar bercambang bauk berdiri santai di sebatang pohon, beberapa kali ia tampak memelintir kumisnya yang tebal tak terawat. Mangsa empuk, itu yang melintas di pikirannya saat melihat satu kereta dikejauhan tanpa pengawalan.

Dengan sabar ia tunggu saat yang tepat sampai kereta lebih dekat dari tempat mereka bersembunyi. Dan begitu dirasa jarak sudah cukup dekat, satu siulan keluar dari mulutnya.

Begitu mendengar aba-aba dari sang ketua, para anggota perampok langsung berlari keluar dari tempat mereka sembunyi dan berlompatan menghadang laju kereta. Golok-golok tajam langung mereka hunus dari sarungnya.

Sais kereta terkejut. Ia tarik tali kekang kuda. Terdengar suara ringkik kuda nyaring. Debu bertaburan saat kuda-kuda menghempaskan kaki-kaki mereka.

Begitu dapat mengendalikan kuda, sang kusir menyemprot gusar, "Siapa kalian!"

Cuhh!

Seorang anggota rampok paling depan meludah ketanah, ia terlihat gusar melihat reaksi si kusir yang tiada unjukkan gentar.

"Turun!" Ganti si rampok bersuara dengan bentakkan keras.

Sang kusir bergeming.

Perampok yang paling depan dan barusan membentak itu memiliki perawakan kerempeng, tapi badannya yang tinggi dengan wajah yang dihiasi berewok serta rambut panjang yang dibiarkan beriapan cukup membuat yang memandang keder. Maka begitu melihat si kusir tak mematuhi perintahnya langsung saja ia melompat dengan satu sabetan golok. "Mampuss kau!"

Bukk! Akhh!

Satu teriakan terdengar, tapi bukan dari mulut si kusir melainkan dari mulut si begal, tubuh kerempengnya terlempar kebelakang dan jatuh ketanah dengan keras, diam tak berkutik, entah pingsan atau mampus, yang jelas tampak darah kental mengalir dari lubang hidung dan mulutnya.

Anggota rampok yang lain terkejut bukan kepalang, pandang mata mereka tak mampu mengikuti apa yang sebenarnya di lakukan si kusir hingga kawan mereka di buat terkapar tak berdaya.

Semua yang terjadi tak luput dari perhatian sang pemimpin begal yang masih bersembunyi mengawasi, dahinya berkerut, ia dapat melihat betapa si kusir memiliki gerakan begitu cepat melepaskan tendangan ke perut anak buahnya tanpa bergeser. Dan melihat para anak buahnya bengong, lantas saja ia berkelebat keluar.

Tanpa menimbulkan suara, tahu-tahu saja tubuh tinggi besar pemimpin begal itu sudah berdiri di samping si kerempeng yang rebah di tanah.

"Bagus.." ucapnya pelan entah pada siapa.

Dipandanginya tubuh anak buahnya yang tergeletak di sampingnya, terlihat dadanya masih naik turun menandakan nyawa masih di badan, tiba-tiba ia gerakkan kakinya , menginjak leher.

Krek! Ekhh...

Terdengar ngeri patahnya tulang leher. Kini si kerempeng takkan mampu bangkit selama-lamanya.

Pandang mata pemimpin begal beralih ke si kusir.

"Telengas sekali kau," itu yang keluar dari mulut sais kereta saat tatapan tajam kepala rampok menghujam kearahnya.

"Sebut namamu!" Teriak pemimpin begal lantang.

Si kusir tak langsung menjawab. Ia perlahan turun, di bukanya pintu kereta. Dari dalam kereta keluar empat orang lelaki berperawakan tegap, membekal senjata.

Kejut para perampok, termasuk juga pemimpinnya. "Jebakan..." Desisnya.

Si kusir mengangguk, ia lepas caping yang menutupi kepalanya, wajah seorang muda yang tampan dengan kumis tipis menghias terlihat. "Bisa dikatakan begitu nisanak, tapi yang tepat adalah pancingan, agar para perusuh yang menyengsarakan rakyat dapat kami tangkap."

Kepala begal mendengus, "Cecunguk-cecunguk kadipaten rupanya!"

Si pemuda tersenyum. "Kehormatan lebih bagimu, kami para perwira kerajaan nisanak."

"Hah! Kau sangka aku gentar dengan jabatanmu! Sekalipun Panglima yang kuhadapi! Tak seujung kukupun menciutkan nyali Raja Begal Kali Urang! Kau dengar itu!"

"Baiklah," si pemuda menarik sebilah pedang yang tergantung di pinggangnya, empat kawannyapun mengeluarkan senjata-senjata mereka. " Kami siap nisanak, akan kucoba seberapa besar nyalimu."

Kepala rampok gusar melihat tantangan sudah di ajukan, jelas yang didepannya bukan lawan main-main, sekali gebrak saja satu anggotanya sudah di buat tak berdaya. Tapi selama malang melintang di rimba hijau, tak pernah satu kalipun ia kalah bertanding. Yakin akan kesaktiannya, kepala begal Kali Urang keluarkan senjata andalannya berupa golok besar berwarna hitam pekat. Tangannya mengangkat memberi tanda anak buahnya maju menyerang, kejap lain tubuh besarnya sudah melompat sambarkan golok besarnya kearah lawan.

Heaah!

Kibasan golok ditangan si Raja Begal Kali Urang membawa bau amis menyengat, menandakan pada bilahnya sangat beracun. Si pemuda mahfum akan hal itu, maka ia berkelit dan berhati-hati dalam menghadapi musuhnya.

Duel antara lima perwira dan kawanan begal tak terelakkan, bila si pemuda yang semula menjadi kusir menghadapi pemimpinnya, empat perwira lain menghadapi keroyokan para anggota rampok.

Sangat seru pertarungan mereka, debu berkepulan memenuhi arena, masing-masing pihak memburu cepat untuk menghabisi lawan.

Walau di keroyok belasan rampok, sejatinya kondisi empat perwira lebih baik ketimbang rekannya yang menghadapi pemimpin begal, karena rata-rata anggota perampok hanya bermodalkan tenaga luar saat bertempur.

Terbukti setelah bertempur sekian jurus, mulai terdengar pekik kesakitan dari para perampok, beberapa diantara mereka tersungkur terkena sabetan pedang para perwira.

Saka Linuwih, itu nama perwira yang kini bertarung dengan kepala begal, pemuda ini menghadapi musuhnya dengan hati-hati, enggan ia membenturkan langsung senjatanya dengan lawan, bukan karena tenaga dalamnya kalah, tapi karena golok mustika beracun yang di genggam si rampok.

Sempat awalnya ia membenturkan pedangnya, dan kejut ia saat dirasa satu sengatan seakan menggores telapak tangannya, hampir-hampir ia lepaskan pedang. Heran betul ia terbuat dari apakah golok itu? Sedang pedangnya sendiripun merupakan senjata keramat warisan gurunya dari Gunung Tengger.

"He he.. rupanya cuma segitu ilmu perwira kerajaan.. kerjamu dari tadi cuma menghindar.." ejek kepala rampok yang mempunyai nama Sugeni itu.

"Tutup mulutmu!"

Brett!

Saka Linuwih melompat kebelakang, kegusarannya membuat ia lengah, tubuhnya hampir terkoyak terkena sabetan golok, beruntung ia sigap menghindar, hingga hanya bajunya yang robek memanjang.

"Ha ha ha... Sebentar lagi bukan hanya pakaianmu, tapi nyawamu yang akan kupaksa pergi dari raga dengan cabikan golokku!" Sugeni yakin ia akan sanggup menghabisi lawannya, tak dipedulikannya teriakan-teriakan anak buahnya, di otaknya hanya ada satu tujuan, menghabisi lawan yang ada di depannya.

Serangan golok makin ganas, digandakan tenaga dalamnya, bau amis dan panas menyengat menyelubungi arena pertarungan mereka berdua.

Si pemuda putar dengan cepat pedang di tangan, coba mengusir hawa yang mulai menyesakkan nafasnya, energi murni di salurkan, hawa dingin berhembus dari putaran pedang.

Kepala begal teriak meracau, goloknya melambat, asap berwarna hitam menyelubungi batang golok, itulah Aji Kelabang Hitam yang di padukan dengan Golok Rogo Demit andalannya. Maka perbawanya sungguh luar biasa, belum lagi sabetan golok mengenai lawan, Saka Linuwih sudah merasakan tubuhnya tertusuk-tusuk, darah berwarna hitam mengalir dari pori-pori tubuhnya, pandang mata si pemuda berkunang-kunang, disaat-saat kritis, satu bentakan tersengar.

Hiaat!

Trang!

Benturan dua logam menimbulkan percik api. Sugeni undur kebelakang, saat ia mampu menata diri, di depannya telah berdiri seorang perwira yang semula menghadapi para anak buahnya. Ia menoleh ke arah pertarungan antara anak buahnya dengan para perwira. Dilihatnya mayat-mayat belasan kawannya bergeletakan, tak satupun lagi anggotanya yang tersisa. Tiga perwira lain yang telah menyelesaikan pertarungan mengurung dirinya.

Gigi-gigi Sugeni bergemelutukan, amarahnya memuncak.

"Jahanam! Mampus kalian semua!" Teriaknya seraya melompat hamburkan serangan mematikan.

Saka Linuwih mundur, baik baginya memulihkan kondisinya barang sebentar. Empat rekannya menyambut terjangan Sugeni. Pertarungan seru kembali terjadi, kini antara Raja Begal Kali Urang, di kerubut empat perwira kerajaan.

Tak lama Saka Linuwih beristirahat, setelah ia menelan satu pil pengusir racun dan mengempos energi murninya, dirasanya tubuhnya kembali bugar, maka iapun turut dalam medan pertarungan.

Pada mulanya empat perwira terlihat kerepotan saat menghadapi amukan Sugeni dengan goloknya, tapi setelah Saka Linuwih turut bergabung, serangan mereka lebih tertata, hal itu karena diantara mereka memang Saka Linuwih yang memilki ilmu paling tinggi.

Setelah ratusan jurus, satu sabetan pedang berhasil menggores lengan Sugeni, membuat Raja Begal Kali Urang mau tak mau memekik kecil, walau tak beracun, goresan dilengannya sangat mempengaruhi kecepatan gerak lelaki itu, tak berapa lama, satu sabetan kembali mengenai tubuhnya, kini punggungnya yang terobek  oleh ketajaman pedang ditangan Saka Linuwih.

Darah mengalir deras, wajah Sugeni memucat.

"Menyerahlah!" Teriak Saka Linuwih.

Sugeni tak pedulikan ucapan si pemuda, ia malah jawab dengan sabetan golok yang kacau.

Cras!

Pedang ditangan salah seorang perwira tepat menghunjam dada Sugeni saat si kepala rampok itu lengah karena bernafsu membabatkan goloknya kearah Saka Linuwih.

Agrh!

Satu erangan sember keluar dari mulut, matanya melotot seakan tak percaya sebuah pedang tertanam di dadanya. "Kau..."

Brughh!

Tubuh Sugeni keburu ambruk sebelum ia sempat meneruskan ucapannya.

Lima perwira menghela nafas, tanpa berucap mereka sama mengakui kehebatan sang musuh, sekiranya tidak di lawan bersama, rasanya muskil mengalahkan Raja Begal Kali Urang itu seorang diri.

Tapi bagaimanapun hasil akhirnya yang patut mereka syukuri, karena berhasil memberantas gerombolan rampok yang selama ini meresahkan.

Langit mulai bergerak ke barat, tinggal satu tugas yang harus mereka kerjakan, yakni mengurusi mayat-mayat para perampok dengan semestinya.

Sekian.

Kumpulan Cerita Misteri, Cerita Silat, Cerita Horor, Cerita Remaja, Cerita Anak, Cerita Religi, Cerita Lucu, Cerita Sejarah, Cerita Petualangan, Cerita Detektif, Cerita Pendek, Cerita Serial, dll.

Post a Comment

Previous Post Next Post