ELIANA - Dalam Intaian Iblis


Rambut panjang hitam itu keluar dari sela-seka plafon, bergerak seperti bernyawa. Dibawah mendengkur seorang lelaki muda berselimutkan kain sarung. Mulutnya yang sedikit terbuka menjadi cela bagi rambut untuk merayap masuk. Tetap dalam posisi lelap lelaki itu seperti mengeluarkan suara tercekik. Rambut aneh terus memenuhi mulut si pemuda. Tapi peristiwa yang menimpanya tak membuat lelaki itu terbangun dari tidurnya.

Tap! Saat rambut makin banyak memenuhi mulut, sebuah tangan menggenggam rambut. Disamping ranjang berdiri seorang lelaki berambut gondrong sebahu. Telapak tangan kiri menggenggam rambut, dan tangan kanannya yang membentuk telapak terbuka membuat gerakan memukul.

Plash! Pukulannya membentur rambut, mengeluarkan seperti percikkan energi listrik.

Aiekhh! Terdengar jeritan dari atas atap. Rambut yang semula memenuhi mulut dan tenggorakan pemuda yang tertidur bergerak keluar dengan suara mendecit, menyentak kuat genggaman si pemuda berambut gondrong.

Hup! Pemuda itu melepas genggamannya dan melompat mundur. Dia keluar dari kamar menuju pintu luar rumah. Begitu sampai di luar, pandang matanya menatap ke arah atap rumah. Di atas sana sedikit terbungkuk sesosok makhluk berpakaian serba putih, saat dia berdiri tampak wajahnya yang pucat dengan rambut panjang yang riap-riapan. "Kurang ajar!" Terdengar suara serak.

"Turun!" Tantang si pemuda berambut gondrong.

Hi! hi! hi! hi! hi! Makhluk berpakaian serba putih menjawab dengan tawa mengikik yang menggidikkan, kejap lain tubuhnya melesat menjauh meninggalkan atap.

Pemuda gondrong mengumpat, hanya matanya yang awas ke arah perginya si sosok bergaun putih.

"Arga," satu suara memanggil. Dari pintu muncul pemuda yang tadi diserang dengan gumpalan rambut, langkahnya sedikit terhuyung.

Yang disebut namanya menoleh, "Ryan, kau tak apa-apa?"

Pemuda yang dipanggil Ryan mengangguk lemah sambil memegangi kepalanya.

Di lain tempat, Eliana sedang asyik melamun di serambi rumah. Gadis cantik yang memiliki kelebihan dan mewarisi ilmu dari Eyangnya itu tak merasa takut walau harus duduk diam di tengah malam diluar rumah. Entah mengapa dari tadi sulit buat matanya untuk terpejam, karena itu diputuskannya mencari udara segar di serambi.

Sesekali matanya mengamati cincin perak yang dikenakannya. Cincin spesial, pikirnya.

Selagi melamun, tiba-tiba dilihatnya satu bayangan putih berkelebat diantara pepohonan diseberang rumah. Apa itu? Sayangnya bayangan yang dilihatnya begitu cepat melintas, dan hilang dari pandangan.

Firasatnya mengatakan makhluk yang dilihatnya barusan merupakan salah satu penghuni alam gaib, memikir kesitu Eliana memutuskan mencari keberadaan si makhluk. Kakinya melangkah menuju gerbang rumah, dan menuju arah berkelebatnya bayangan putih tadi.

Di satu tempat, di sebuah tanah lapang yang kanan kirinya dipenuhi ilalang, berdiri dengan menyangga tongkat seorang lelaki tua, matanya tajam, sebuah gelang hitam besar melingkar ditangan kirinya. Tampangnya makin sangar berhiaskan kumis hitam yang tebal.

Mulut lelaki itu tampak komat kamit seperti tengah merapalkan sesuatu, tak berapa lama, dari arah depannya sesosok bayangan berwarna putih berkelabat mendekat. Begitu dekat baru jelas wujud si makhluk, berpakaian serba putih berambut panjang dan berwajah pucat. Makhluk itu sujud di depan si lelaki tua.

Lelaki bertongkat mendelikkan matanya. "Aku tak melihatnya Kunti, kau gagal!?"

Makhluk yang dipanggil Kunti membuat gerakkan seperti mengangguk-angguk.

Tak! Lelaki tua itu menghentakkan tongkatnya. "Bagaimana mungkin!? Tugas semudah itu dan kau gagal!?"

"Dia memiliki pelindung tuan." jawab Kunti dengan suara serak.

Tak! Tak! Tak! Kembali si lelaki tua menghentakkan tongkatnya.

"Bedebah!"

Cuma satu kata yang keluar dari mulutnya mewakili rasa tak puas. Kemudian lelaki bertongkat membalikkan badannya, meninggalkan begitu saja Kunti yang masih tekun bersujud. Begitu sosok si lelaki lenyap, Kunti menggerakkan tubuhnya pula, melesat meninggalkan tempat itu.

Agak jauh dari tanah lapang, di bawah sebuah pohon, berjongkok seorang gadis yang tak lain Eliana, nalurinya menuntunnya ke daerah itu, ia masih sempat melihat si lelaki tua yang menghentak-hentakkan tongkat dan sosok si makhluk putih. Siapa lelaki itu? Bagaimana mungkin dia mampu mengendalikan bangsa lelembut? Ah, merasa tak mungkin menemukan jawabannya si gadis memutuskan untuk kembali ke rumah.

Udara boleh sangat panas siang itu, tapi kehadiran seorang gadis cantik berambut pirang di antara para pengunjung rumah makan membuat suasana terasa sejuk. Gadis itu ialah Eliana.

Rumah makan yang tak jauh dari kantor memang menjadi langganannya untuk mengisi perut waktu istirahat siang. Begitu juga hari itu. Selain ia, ada beberapa pengunjung lain yang sedang menikmati pesanan masing-masing.

Ada satu pengunjung yang terlihat sangat tertarik dengan si gadis, yakni seorang pemuda berwajah tampan berambut gondrong, beberapa kali terlihat ia mencuri pandang.

Pemuda itu tak sendiri, ia bersama dengan pemuda lain yang tak kalah tampan, tapi pemuda yang satu ini terlihat kalem dan tak sedikitpun mencuri pandang ke arah Eliana.

"Jangan begitu Arga, kau dianggap tak sopan nanti," tegur si pemuda yang kalem kepada rekannya, di saat si pemuda gondrong kembali mencuri pandang.

"Eh? Kenapa begitu?"

"Ya matamu itu, jelalatan."

Si gondrong mengekeh, "Begitu menurutmu? Baiklah, aku akan meminta maaf padanya," selepas berucap ia bangkit dan tanpa ragu berjalan ke meja si gadis. Sebenarnya temannya hendak mencegah, tangannya sudah terangkat, tapi diurungkannya, ia kenal dengan tabiat rekannya yang terkadang keras kepala, maka yang dilakukannya hanya geleng-gelengkan kepala.

"Halo." sapa Arga begitu ada di depan meja Eliana.

Si gadis tersenyum, ia sudah tahu sedari tadi pemuda di depannya itu mencuri pandang padanya.

"Halo juga," balasnya.

"Perkenalkan nona, namaku Arga." ucap si pemuda. Melihat si gadis unjukkan senyum ramah, lantas ia susul dengan ucapan, "Boleh duduk?"

"Tentu, silahkan."

Arga duduk dengan manis di depan si gadis.

"Wajahmu menarik," celutuk si pemuda.

Wow berani sekali, apakah pemuda di depannya termasuk playboy cap kapak? Pikir Eliana geli.

Si pemuda seakan tahu yang dipikirkan si gadis, "Jangan salah sangka nona, aku mengungkapkan kata dengan maksud lain."

Kini si gadis mengerutkan dahinya, "Maksud tuan?"

"Maksudku, nona memiliki aura yang menarik, kalau boleh kutebak, nona bukanlah gadis sembarangan."

Ohh, hanya itu yang keluar dari mulut Eliana, dia sama sekali tak menyangka pemudaa yang dianggapnya urakan itu memiliki kemampuan istimewa.

Arga namanya, berasal dari kota lain, karena undangan rekannya dia datang ke kota itu. Ada satu masalah penting yang terjadi, yakni keselamatan rekannya itu. Rekannya yang bernama Ryan bercerita merasa sering cemas dan mengalami beberapa kejadian aneh yang mengancam jiwanya. Bukan merupakan peristiwa yang masuk akal, namun ada unsur-unsur gaib yang terlibat.

Dan begitu sampai dirumah rekannya, dan melihat dengan mata gaib, barulah Arga menyadari, rekannya itu memiliki aura berwarna keemasan, merupakan pendar energi gaib yang sangat langka.

"Itulah kelebihanku nona, mataku mampu melihat  energi gaib yang dimiliki seseorang, maaf bila sikapku tadi kurang sopan," pungkas si pemuda.

Eliana yang tertarik dengan rangkaian kata lawan bicaranya berucap, "Tak jadi masalah, aku sendiri tak menduga tuan memiliki kemampuan demikian, tapi kenapakah rekan tuan menjadi incaran penghuni alam gaib, apakah kelebihan seseorang beraura emas?"

Arga terdiam sesaat, "Sebenarnya dia sama sekali tidak istimewa sekarang, tapi akan jadi beda kalau segel gaib yang ada padanya dibuka."

"Maksudmu?"

"Secara sederhana kubilang, dengan mudah ia akan mampu merontokkan energi gaib hitam bila bersentuhan dengannya."

Penjelasan si pemuda membuat Eliana terkejut, so spesial, pikir gadis itu.

Mereka terpaksa mengakhiri percakapan karena waktu menunjukkan si gadis harus kembali masuk kerja, walau begitu karena mendapat kesan baik dari si pemuda, Eliana meninggalkan kartu namanya.

Malamnya di rumah Ryan, si pemuda berambut gondrong alias Arga tampak sudah rapi.

"Hei, hendak kemanakah kau?" tanya Ryan.

"Hadeeh Ryan apa kau tak pasang telingamu, bukankah sore tadi kubilang akan mengunjungi kenalan baruku itu?"

Ryan menepuk jidatnya, "Oalah, sorry sorry, aku lupa." Dan ia pun masuk kamar untuk bersiap.

Tak lama mereka sudah mengendarai mobil menuju rumah Eliana.

Baru lima menit meninggalkan rumah, Arga terlihat bolak balik melihat kaca spion dengan gelisah.

"Ada apa bro?" tanya Ryan.

"Ada yang membuntuti kita." jawab Arga singkat.

"Siapa?"

"Temanmu si gadis berambut panjang," kata Arga sembari nyengir.

Jawaban rekannya itu membuat dada Ryan dag dig dug.

Gerbang di rumah Eliana belum di tutup, gadis itu sendiri tengah berdiri di depan serambi. Mobil Ryan masuk dengan pelan, setelah mesin mati, terlihat kedua pemuda turun dari mobil.

Si gadis menyambutnya, "Wah benar juga feelingku, bakal kedatangan tamu malam ini."

Si gadis mempersilahkan keduanya masuk. Saat Ryan sudah duduk di sofa, Arga masih berdiri di depan pintu melihat keluar.

"Arga masuklah, jangan bersikap kurang sopan," tegur Ryan.

Eliana yang tahu kelebihan si pemuda berujar, "Adakah matamu melihat sesuatu yang tak kulihat?"

"Kalau soal itu kujamin apa yang kulihat pasti dapat kau lihat, aku hanya mengkhawatirkan  akan ada tamu lain selain kami berdua." Selesai berucap si pemuda masuk dan duduk di kursi.

Si gadis hanya meraba-raba maksud si pemuda gondrong, ia masuk kedalam untuk mengambil minuman, tak lama ia kembali membawakan dua gelas teh hangat dan sepiring makanan ringan, lantas mereka mulai bercakap.

Selagi mereka ngobrol, Tiba-tiba...

Dhar! Suara seperti ledakan keras terdengar berasal dari atap. Suara itu mengejutkan ketiganya yang spotan saling berpandangan. Arga yang mengawali bangkit dan berjalan keluar, di susul Eliana dan Ryan.

Di halaman luar, pandang mata Arga melihat ke atas atap. Di sana berdiri dengan gaun melambai sesosok tubuh bergaun serba putih, tapi dari belakang muncul sosok lain, seorang lelaki berpakaian serba gelap menggenggam sebuah tongkat.

Arga menatap tajam, "Turun kalian!"

Tak! Tak! Tak! Lelaki yang menggenggam tongkat memukulkan tongkatnya beberapa kali. Dia mendengus. "Habisi mereka Kunti!"

Eakhh! Pekik aneh terdengar, makhluk bergaun putih melesatkan tubuh dengan ringan, dua tangannya yang memiliki kuku-kuku panjang terpentang.

Si pemuda berambut gondrong bertindak sigap, dia menghadapi serangan dengan dua tapak terbuka. Suara berdecit terdengar, tangan pemuda itu bagai dilambari energi listrik.

Splash! Aikhh! Benturan terjadi, makhluk berambut panjang memekik, meliukkan tubuh berputar kebelakang, namun Arga enggan untuk gagal kedua kalinya, tangannya sigap menarik ujung rambut si makhluk dengan kuat. Blaghh! Arrgh! Siku si pemuda tepat menghantam kepala lawan, jerit kesakitan terdengar, dalam tempo singkat tubuh si makhluk amblas bagai terhembus angin, menyisakan buntalan asap berwarna kelabu.

"Kurang ajar!" teriak si lelaki bertongkat, tak memberi kesempatan si pemuda menarik nafas, ia menerjang dengan hujaman ujung tongkatnya yang tajam. Arga dengan refleks lompat menghindar.

Pertempuranpun berlangsung seru, kali ini tak mudah bagi si pemuda menaklukkan musuhnya, perbawa tongkat membuat gerakannya jadi lambat, berkali-kali sabetan tongkat seujung kuku hampir mengenai tubuhnya.

Ryan yang melihat kawannya terdesak tampak cemas, sedang Eliana malah tak sabar untuk ikut masuk dalam pergulatan.

Blaghh! Ukh! Hantaman tongkat akhirnya tak mampu di hindari Arga, tubuh pemuda itu terjungkal, mulutnya melontakkan darah segar.

Eliana yang sedari tadi sudah tak sabar untuk membantu langsung melompat menerjang, tendangannya berputar cepat mengendurkan lawan kebelakang.

"Cari mampus!" Si lelaki yang terlihat berusia cukup tua membentak. Setelah mengatur posisi, kembali ia menghambur kedepan, maka tak lama keduanya saling bertukar serangan. Berbeda dengan Arga, si gadis tampaknya tak terpengaruh dengan tongkat, ia tetap mampu bergerak dengan lincah mengimbangi serangan si lelaki tua. Melihat lawan tak mampu di lumpuhkan dengan cara demikian, lelaki itu melompat mundur. Pandang matanya bengis mengamati Eliana, bagai seekor elang yang mengawasi mangsanya. Kemudian tangannya memutar-mutar tongkat, hawa dingin sedingin es keluar dari angin putarannya.

Si gadis menyilangkan dua tangan, ada hawa hangat berputar di pusarnya, naik keatas mengumpul di kedua tangannya. Energi itu secara ajaib mendesak keluar, berubah jadi hawa panas meluruk kearah si lelaki bertongkat.

Upss! Drrt! Drrt! Lelaki itu sungguh tak menyangka musuhnya mampu mengeluarkan energi sedahsyat itu mengimbangi energi dinginnya, dengan sekuat tenaga ia coba menahan gempuran hawa panas, wajahnya bahkan tampak mulai menghitam, beberapa lama kemudian asap kelabu keluar dari kepalanya.

Arghh! Krak! Satu pekik kematian terdengar, kekuatan hawa panas dari dua tangan Eliana tak mampu lagi di bendungnya, tongkat lawan patah, sungguh aneh kesudahannya, karena tubuh lelaki itu bagai terobek jadi dua dan terbakar bagai kertas, menyisakan bekas menghitam pada rerumputan.

Eliana jatuh terduduk, nafasnya tersengal, ia merasakan dadanya sesak akibat benturan dua energi barusan.

Arga yang menyaksikan apa yang terjadi mendecakkan bibirnya kagum dengan kemampuan si gadis, di pandanginya sisa terbakar sang musuh, dia mafhum, si lelaki bertongkat pada dasarnya juga jelmaan makhluk dari alam gaib. Pandang matanya kemudian menoleh ke arah sahabatnya yang berdiri diam dalam kebingungan. Si pemuda berambut gondrong memikir, ada baiknya nanti ia kunci aura milik kawannya itu, hingga tak menarik perhatian para penghuni alam gaib. Memikir kesitu bibir Arga mampu menyunggingkan senyum.

Sekian.

Baca SERIAL ELIANA Lainnya

Kumpulan Cerita Misteri, Cerita Silat, Cerita Horor, Cerita Remaja, Cerita Anak, Cerita Religi, Cerita Lucu, Cerita Sejarah, Cerita Petualangan, Cerita Detektif, Cerita Pendek, Cerita Serial, dll.

Post a Comment

Previous Post Next Post