Rahasia Ratu Badai


Perempuan yang memiliki paras luar biasa cantik dengan rambut berwarna perak bergelar Ratu Badai itu tertawa bergelak, belasan musuh yang semula mengurungnya terpental tak keruan tersambar kibasan tangannya.

"Cecunguk-cecunguk tak tahu diri! Mampuslah!" Tangannya terangkat ke atas. Segulung angin puting beliung seakan menderu dari langit, menyapu ke bawah. Pekik kematian terdengar Sahut menyahut.

Tsk tsk tsk

Ratu Badai tersenyum puas. Semua lawannya terhempas, muntah darah, tak ada satupun yang mampu bangkit. Tapi sesaat kemudian dahinya mengerut, seorang lawannya tampak masih bergerak. Kakinya melangkah, begitu dekat, ditendangnya sosok tubuh yang terkapar itu.

Buagh!

Tubuh itu terlempar jauh dan baru berhenti setelah menghantam pohon. Kembali si perempuan tertawa bergelak.

"Kejam, perbuatanmu sungguh kejam!"

Si perempuan berbalik. Beberapa tombak di depannya berdiri seorang wanita. Wajahnya cantik, tak kalah dengan kecantikan Ratu Badai. Sebuah pedang besar tergenggam ditangannya.

Siapakah dia?

Perempuan berpedang itu bernama Azura, pedang ditangannya adalah Pedang Mestika Rajah Gelap. Ia di utus gurunya untuk menumpas Ratu sesat yang kerap membuat keonaran, yakni Ratu Badai. "Apa yang telah di perbuat Ratu itu guru?" tanyanya saat ia hendak ditugaskan. "Merampas, mencuri kitab dan senjata pusaka, serta membunuh manusia sesuka hati." Itulah jawaban Sang guru.

Ratu Badai memandang remeh, "Siapa kau gadis cilik?"

Aura yang di unjukkan Ratu Badai membuat Azura resah, baru kali ini ia berhadapan dengan musuh yang memiliki energi begitu kuat.

"Perlu apa kau tahu namaku wanita iblis! Perbuatan yang ku lihat barusan sudah cukup untukku mengenyahkanmu dari muka bumi!"

"Wow, hahaahaaa... Kau sungguh membuatku gentar gadis cilik, jadi kau ingin membunuhku? Begitu?" balas Ratu Badai.

Azura mengangguk. Hhhh.. kenapa ia merasa seperti anak kemarin sore di depan perempuan iblis ini pikirnya.

"Baiklah, apa yang kau tunggu? Ingin ku lihat apa yang bisa kau lakukan."

Sesaat Azura bimbang, tapi kemudian dia menghentak, pedang di tangannya teracung kedepan. Empat larik sinar berwarna ungu meluncur. Tak main-main, ia langsung melontarkan pukulan andalannya, Pukulan Belenggu Gaib.

Ratu Badai melompat mundur, namun terlambat. Sinar ungu telah mengurungnya. Nafas Ratu Badai menjadi sesak, alam di sekelilingnya tak nampak hutan, semuanya berubah berwarna ungu, sinar dan asap tumpang tindih. Aagh! Tubuhnya terbelit kungkungan asap, makin lama makin kuat, nafasnya makin berat.

Si Gadis Pedang Rajah Gelap tersenyum, ternyata Ratu Badai tak terlalu tangguh. Ia perhebat energi yang tersalur pada pedangnya, bagaimanapun Azura ingin menyelesaikan pertarungan dengan cepat.

Drrrt! Drrrrt!

Tubuh Ratu Badai mengeluarkan percikkan-percikkan cahaya perak. Matanya yang semula berwarna hitam berubah menjadi putih.

Dhuarr!

Ledakan keras terdengar. Sinar dan asap ungu buyar. Azura memekik saat tubuhnya terpental bergulingan di atas tanah.

Tsk! Tsk! Tsk!

Suasana di sekitar tempat pertarungan berubah, angin bertiup berputar-putar, langit tampak menggelap.

Ratu Badai melayang di atas udara. Dengan pakaian ketat berwarna perak, mata putih dan mahkota kecil di atas kepala, ia tampak bak Dewi Maut Pencabut Nyawa. Tangannya bergerak mengarah ke Azura yang tengah bangkit.

Ughh! Azura bagai tersengat, ia tak mampu menggerakkan badannya. Perlahan-lahan tubuhnya terangkat, melayang mendekati Ratu Iblis.

Sang Ratu tersenyum puas. Kini Azura melayang tak berdaya tepat di depannya. Di pandanginya wajah gadis itu cukup lama. Tiba-tiba....

Wuush! Tangan Sang Ratu mengibas sangat kuat.

Pekikan terdengar dari mulut Azura, tubuh gadis itu terlempar jauh hingga batas horizon.

Hahaahaaa! Tawa Ratu Badai kembali membahana, begitu menggidikkan bagi siapapun yang mendengarnya. Tubuhnya lantas perlahan melayang meninggalkan arena pertempuran.

***

Di lain tempat, seorang pemuda berambut gondrong tengah asyik memancing, ia duduk di sebuah gundukan tak rata di tengah sungai. Batukah? Seandainya di cermati betul, pastilah orang akan tercekat dengan apa yang di duduki si pemuda, karena pemuda itu bukanlah duduk di atas batu, melainkan di atas punggung seekor hewan, yakni buaya! Buaya raksasa pula. Ya, ukuran hewan itu lima kali lebih besar dari buaya biasa.

Pemuda itu bernama Perkasa, buaya yang didudukinya itu hewan peliharaannya. Warisan mendiang gurunya Si Raja Air. Seorang manusia sakti yang langka tandingannya, penguasa seluruh sungai di wilayah itu.

Perkasa sangat di sayang gurunya, karena merupakan satu-satunya murid dan memiliki kemampuan menyerap semua ilmu yang di ajarkan sang guru dengan cepat. Walau di masa mudanya Si Raja Air merupakan salah satu tokoh beraliran jahat, tapi di akhir senja umurnya tabiatnya berubah menjadi manusia yang berbudi baik, bahkan ia selalu mewejangkan Perkasa menggunakan ilmunya untuk berbuat kebajikan.

Bosan karena ikan belum ada yang menyentuh kailnya, Perkasa bangkit dari duduknya. Di regangkan badannya. Matanya menyipit, saat pandangnya mengarah ke sesuatu yang bergerak dengan cepat kearahnya. Apa itu!?

Ketajaman inderanya membuat ia sadar yang sedang bergerak kearahnya itu sesosok tubuh manusia. Perkasa mengempos kakinya, badannya melayang menyambut tubuh. Huupp! Begitu teraih ia berputar, mengatasi kecepatan lesatan.

Tap! Kakinya menyentuh punggung si buaya.

Mata Perkasa terpesona melihat kenyataan yang di sambarnya sesosok gadis yang rupawan, dalam keadaan pingsan. Perkasa membuat ketukkan beberapa kali pada punggung si buaya, tanda agar membawanya menepi.

Sesampai di darat Perkasa membaringkan tubuh si gadis. Di amatinya perempuan itu. Apa yang harus ia lakukan? Karena tak tahu bagaimana memulihkan kesadaran, Perkasa akhirnya hanya duduk menunggui, pikirnya pastilah nanti sadar juga. Maka itu ia perintahkan sang buaya untuk meninggalkan mereka, agar tak membuat si gadis shock bila tersadar nanti.

Uhh.. Satu keluhan terdengar. Perkasa yang sedari beberapa jam lalu sabar duduk menunggu menoleh. Si gadis bergerak, ia mendekat, di bantunya gadis itu duduk.

"di.. dimana ini?" Si gadis yang tak lain Azura bertanya lemah setelah sanggup membuka matanya. Ia melihat seorang pemuda tampan ada di sampingnya.

Perkasa tersenyum, "Dipinggir sungai nona." jawabnya.

"Ohh.. siapa tuan, bagaimana aku sampai disini?"

"Namaku Perkasa nona, aku yang membawamu kemari, apa kau tak ingat yang terjadi padamu?" berbalik bertanya Perkasa.

Azura memegangi kepalanya yang agak pening, rambutnya yang panjang kusut tak keruan, biar baru sadar ia cepat ingat dengan peristiwa yang baru dialaminya. Pandangan matanya mencari-cari.

"Dimana iblis itu?"

"Hei, iblis yang mana nona?" tanya Perkasa tak paham dengan maksud gadis di depannya.

"Ratu Badai."

Perkasa di buat makin bingung, baru kali ini ia dengar nama itu. Melihat si pemuda tampak bingung Azura maklum kalau si pemuda tak mengenali lawannya. Ia bangkit, tak dijumpainya Pedang Rajah Gelap, pasti tertinggal di tempat pertarungan. Ia harus mengambilnya kembali. Sesaat matanya memandang pemuda tampan di depannya.

"Aku berhutang budi pada tuan, tapi aku harus pergi," ucapnya kemudian.

"Eh, kau belum pulih betul, hendak pergi kemanakah?"

"Mengejar iblis itu." Lantas Azura melayangkan langkah meninggalkan si pemuda.

Perkasa diam. Tak mencegah kepergian gadis itu. Namun sesuatu menggerakkan hasratmya, maka ia pun melesat ke arah menghilangnya bayangan si gadis.

***

Bukit Badai merupakan tempat tinggal si Ratu Badai, sebuah bangunan tinggi bertingkat menjadi satu-satunya bangunan yang ada di situ. Tempat tinggal bagi Sang Ratu. Ia ditemani puluhan anak buah yang kesemuanya wanita-wanita cantik yang setia menjadi pelayan dan pengawalnya.

Di sebuah ruangan yang cukup luas, Ratu Badai duduk di atas singgasana megah. Di depannya belasan pengawal utama berjejer di kursi masing-masing. Ia tampak anggun dengan pakaian serba putih, seekor ular hitam dengan lidah selalu terjulur melingkar santai di kepala singgasananya.

Tampak Ratu Badai membuka mulutnya, berbagai hal di instruksikannya pada para pengawal utama, terkait ancaman-ancama yang berasal dari tokoh-tokoh luar.

Disisi lain bangunan, seorang gadis mendekam di  atas loteng. Ia adalah Azura. Gadis itu, setelah berhasil menemukan pedangnya diam-diam menyelinap di markas Sang Ratu, pada saat yang tepat Ia membaur dengan para gadis, mengenakan pakaian yang sama persis yang dicurinya. Untunglah saat itu hari sudah mulai gelap, sehingga tak ada yang menaruh curiga padanya.

Cukup lama ia memperhatikan segala sesuatu, akhirnya matanya dapat menemukan sesuatu, sebuah kamar yang terlihat di jaga dengan ketat, ada empat pengawal perempuan yang ada disitu. Apakah di dalamnya? Pastilah sesuatu yang berharga. Memikir sampai dia itu Azura berencana untuk menyelidik.

Setelah malam cukup larut, dan ruang singgasana Ratu Badai tampak lengang, Azura bergerak turun dari loteng. Begitu tiba di bawah, tangan Azura membuat gerakkan-gerakan setengah lingkaran. Asap ungu muncul, menyelimuti tubuh si gadis. Saat asap menghilang, yang tampak kini bukan sosok Azura, tapi Ratu Badai. Itulah ilmu Perubah Wujud warisan gurunya Si Raja Gaib.

Ilmu Perubah Wujud jarang ia gunakan, karena sangat menguras tenaga dan hanya bertahan beberapa jam, tapi Azura tak punya cara lain untuk mengetahui isi kamar yang dijaga kecuali dengan menyamar seperti itu.

Empat orang penjaga memberi hormat saat Azura yang menyerupai Ratu Badai berjalan mendekat.

"Buka pintu!" perintahnya.

Seorang pengawal dengan cekatan menurut, ia mengeluarkan kunci dan membuka kamar. Setelah pintu terbuka, empat gadis mengambil sikap menjauh. Azurapun langsung masuk.

Gadis itu terpukau, tumpukan emas dan batu-batu berharga memenuhi ruang, juga pelbagai senjata mestika. Ia melangkah perlahan. Sebuah meja kecil ada di sudut ruang, sebuah gumpalan hitam ada di atasnya. Penasaran Ia meraih benda itu.

Sssss! Akh!

Azura memekik kecil, rupanya seekor ular hitam. Ular itu melakukan gerakan mematuk, untung sigap si gadis menarik tangannya. Ular hitam rupanya marah seeangannya gagal, Ia meluncur turun dari meja dan menyerang Azura.

Tak ingin mengambil resiko gadis itu langsung menyabetkan pedangnya. Crass! Tubuh ular itu terpotong.

Di atas meja tempat semula mendekamnya si ular, sebuah bola kristal berwarna perak bersinar. Azura memberanikan diri memegang bola itu dengan dua telapak tangannya.

Drrrt!

Azura kaget dan menarik tangannya. Ia merasa ada selarik energi yang masuk ke tubuhnya. Otaknya yang cerdas langsung mengerti, bola kristal itu sumber energi. Sumber energi Ratu Badai!

Tanpa berpikir panjang, Ia angkat pedangnya.

Byar!

Bola Kristal itu hancur berkeping-keping.

Aaaaakhhh!!

Satu jerit melengking terdengar, memenuhi seluruh bangunan. Suara jerit Sang Ratu!

Tiba-tiba ruangan bergetar. Kayu-kayu berderak. Bangunan seakan hendak runtuh! Azura memasukkan pedangnya, Ia berlari keluar. Hampir Ia bertabrakan dengan beberapa anak buah Sang Ratu. Untung Ia masih berwujud Ratu Badai. Mereka langsung menyingkir. Azura terus berlari keluar. Ia khawatir sewaktu-waktu bangunan itu roboh.

Krak! Dherrrrr! Bruakh!

Suara keras patahnya kayu dan ambruknya bangunan terdengar keras. Jerit kematian anak-anak buah Ratu Badai terdengar menyayat. Azura yang baru beberapa langkah keluar dari sarang Ratu Badai segera melompat.

Dentum robohnya bangunan begitu dahsyat. Debu dan asap menutupi pandangan. Si gadis yang terkapar di tanah menggulingkan tubuhnya, menghindari terkena serpihan kayu dan batu.

Dari tengah bangunan yang hancur, Tiba-tiba terdengar suara menderu seperti angin, menyapu debu dan asap.

Kini, di atas bekas reruntuhan berdiri melayang sesosok tubuh. Dibaluti putan angin, kain yang dikenakan melambai-lambai, rambutnya yang perak berkilau, matanya bersinar memutih. Ratu Badai!

Wajah Sang Ratu tampak murka. Dalam sekali pandang Ia dapat melihat kembaran dirinya, si Azura. Tangannya mengibas kuat. Angin badai menerjang si gadis.

Azura memekik Ia melompat menghindar. Pedangnya dikibaskan. Deru cahaya perak berbenturan dengan gulungan badai

Akhh! Azura menjerit. Puncak energi terkuat Sang Ratu tak sebanding dengan kekuatan pedangnya, sapuan badai mementalkan pukulannya dan membuat gadis itu terpelanting.

Susah payah gadis itu bangkit, kini wujudnya sudah kembali semula.

Di atas udara Ratu Badai makin murka melihat pukulannya tak sampai membunuh lawan. Ia gerakkan tangan menyilang, dan mendorong dua telapaknya. Selarik angin berlipat ganasnya menggebubu melabrak Azura.

Blarr!

Tanah terbongkar, pepohonan disekitarnya hancur terlanda pukulan. Tubuh Azura lenyap tak berbekas. Matikah ia!?

Di saat yang genting tadi sesosok bayangan berkelebat menyambar tubuh si gadis yang sudah kepayahan. Itulah si Perkasa. Memang pemuda itu berhasil menyusul Azura beberapa hari lalu, tapi perasaan sungkan membuat ia menjaga jarak. Mengawasi dari jauh. Dan melihat Azura yang sudah kepayahan di hajar dengan pukulan mematikan, lantas saja Perkasa berkelebat menyambar tubuhnya.

Kejut Azura tahu dirinya terselamatkan, dan kini dalam pondongan orang. Perkasa! Pemuda itu kembali yang menyelamatkannya.

Perkasa menurunkan Azura dari pondongannga. Azura menyayangkan, kenapa kak Perkasa menurunkannya.

Bukan tanpa alasan Perkasa terpaksa menurunkan si gadis, karena di depan mereka telah menghadang Si Ratu Badai.

Tsk Tsk Tsk!

Sang Ratu tersenyum sinis. Tubuhnya melayang turun dari udara. Tanpa mengucap sepatah kata tangannya mengibas, segulung angin menderu kearah Perkasa dan Azura.

Berdesir dada pemuda itu, ia memburu kedepan menangkis dengan pukulan yang mengerahkan seluruh tenaga dalamnya.

Dumm!

Benturan dua kekuatan terjadi. Perkasa terhempas kebelakang tepat di samping Azura. Darah kental mengalir dari mulutnya, wajahnya pucat. Walau energi seakan habis, ia bangkit kembali bersiaga. Di seberang sana Ratu Badai jatuh berlutut. Perempuan itu muntah darah dan memegangi dadanya.

Perkasa heran dengan hasilnya. Tak di duga pukulannya dapat mengimbangi Ratu Badai. Tak kunjung melihat aksi lanjutan dari Sang Ratu, si pemuda bergerak mendekat dengan waspada.

Ratu Badai mengangkat wajahnya. Mata perempuan itu sudah kembali hitam. Cahaya kehidupan menipis dari parasnya. Batu Kristal sumber energinya telah hancur, itulah mengapa pukulannya makin lama makin habis. Perkasa tidak tahu itu.

Sang Ratu membuka mulutnya, tapi tenggorokannya tercekik. Pukulan terakhir yang ia lepaskan terlalu memaksakan diri, membuat hempasannya berbalik menghantam tubuhnya, melukai parah bagian dalam. Pandangannya mengabur tangannya terangkat lemah, tubuhnya oleng dan ambruk ke tanah.

Perkasa yang menyaksikan itu memburu, ia tak begitu tahu kejahatan apa yang telah dilakukan sang musuh, karena itu perasaan tak tega muncul saat lawan tak berdaya.

Ah, si pemuda menggelengkan kepala saat ia periksa nafas Sang Ratu sudah berhenti. Nyawa perempuan itu sudah pergi dari jasadnya.

Ingatan Perkasa kembali pada gadis yang ia selamatkan. Di hampirinya Azura, gadis itu tampak terduduk dengan bibir tersenyum. Seandainya Perkasa tahu, Azura bukanlah tersenyum karena kematian Sang Ratu, tapi tersenyum menyambut tuan penolong yang telah memikat hati.

Sekian.

Kumpulan Cerita Misteri, Cerita Silat, Cerita Horor, Cerita Remaja, Cerita Anak, Cerita Religi, Cerita Lucu, Cerita Sejarah, Cerita Petualangan, Cerita Detektif, Cerita Pendek, Cerita Serial, dll.

Post a Comment

Previous Post Next Post