RIMBA BARA - Kisah Rimba Bara


Selepas berbincang dengan Ki Raganata, Baskara kembali ke pondok. Di depan pondok tampak Laras dan Tanjung sedang duduk di dipan kayu tempat ia biasa istirahat di kala malam. Mereka bangkit menyambut saat melihat Baskara berjalan menghampiri.

"Tumben kalian tidak menubras-nubras semak mencari jejamuran," kelakar si pemuda memulai percakapan.

Laras dan Tanjung tersenyum malu. "Ah Kakang, tidak mestilah setiap hari ada, lagipula kamikan tidak boleh terlalu jauh dari pondok," balas Tanjung.

Baskara tertawa ringan. "Kalian memang dua gadis penurut. Baiklah, terus apa sudah ada sesuatu kalian masak hari ini? Terus terang perutku mulai merengek minta di isi," ujarnya kemudian.

"Jangan khawatir soal itu Kakang, kamipun sedari tadi duduk disini memang sengaja menunggu untuk makan bersama," balas Laras.

"Begitu rupanya, menu spesial apa kalian masak hari ini?"

"Ikan asap Kakang."

Mata Baskara berbinar, 'Wah, kesukaanku itu, marilah," selesai berucap si pemuda langsung melompat ke arah pondok.

***

Malamnya Baskara duduk diluar pondok, Laras dan Tanjung sudah beristirahat semenjak sore tadi. Matanya yang tajam memandang langit, rembulan tampak mengintip di balik mega, hembusan angin dingin bertiup semilir menyejukkan kulit.

Ia bangkit dari duduknya, satu sinar kekuningan menarik hatinya. Baru ia ingat akan si tua Raganata, bukankah sinar yang ia lihat berada pada kisaran tempat si lelaki tua itu?

Baskara lompat, berlari dengan ringan ke arah sinar, ada banyak pertanyaan ingin ia ajukan pada orang tua bertongkat.

Tak berapa lama langkahnya telah mendekat. Betul adanya, nyala kekuningan berasal dari tempat Ki Raganata, tepatnya dari pangkal tongkat batu kristal.

"Salam Ki," ucapnya sembari menyatukan telapak tangan di dada.

Ki Raganata tersenyum, ia lambaikan tangan membalas.

"Kemarilah ananda, kebetulan, aku lagi menjerang minuman penghangat."

Baskara mendekat, dilihatnya kini si orangtua tidak lagi duduk di akar pohon, melainkan di sebuah potongan kayu pipi di bentuk semacam kursi. Bukan cuma satu, masih ada dua lagi potongan semacam itu, ditata melingkar, ditengahnya ada semacam tungku yang terbuat dari susunan batu, nyala api berkobar di bawahnya, sedangkan di atas tungku sebuah teko dari logam mengeluarkan bunyi air mendidih dari dalamnya.

Tanpa di persilahkan Baskara menempati salah satu potongan kayu. "Tampaknya sudah masak airnya Ki," ujarnya.

Si orang tua mengangguk, ia bangkit, mengambil teko dari tungku. Entah darimana, ditangan kirinya sudah tergenggam sebuah gelas bambu. Dituangnya air dalam teko, uap panas mengepul. Baskara dapat mencium aroma khas cairan yang dituang.

"Racikan rempah-rempah buatanku, cobalah Baskara, di jamin menghangatkan badan," ucap Ki Raganata sambil mengangsurkan gelas bambu pada Baskara. Si pemuda menyambutnya tanpa ragu. Sedang orangtua itu kembali memukau si pemuda dengan memunculkan sebuah gelas bambu lain di tangannya.

Ahli sulap? pikir Baskara. Selagi memikir di seruputnya minuman di tangannya. Ah, betul kata si orang tua terasa hangat dan manis, pantas di nikmati di kala malam dingin semacam ini.

"Apakah dua rekanmu sudah tidur Baskara?" tanya Ki Raganata.

Baskara mengangguk, tak nanti heran ia dengan dugaan tepat si lelaki tua, bukankah memang selalu tepat perkataannya. "Benar Ki," jawabnya. Ia menoleh ke arah tongkat bercahaya milik si orang tua. "Sinar tongkatmu mengundangku kemari, sungguh benda mestika," lanjutnya.

"Ha ha.. kau ada-ada saja, spesial mungkin iya, tapi kalau kau katakan mustika, harus ku katakan, masih banyak benda-benda luarbiasa yang perlu kau lihat," kata si orang tua.

"Mungkinkah begitu Ki? Bagiku sebuah batu yang dapat bercahaya saja jelas sangat istimewa, tak capek harus menambahkan kayu kala api unggun mulai padam untuk penerangan," balas Baskara penasaran.

Kembali si orang tua tertawa, "Seharusnya aku marah tongkatku kau anggap serendah itu fungsinya nanda, tapi sudahlah, pada saatnya kau akan tahu fungsi sebenarnya. Namun satu hal yang musti ku ulang, sungguh nyata di luar sana, akan banyak benda mustika membuatmu terkagum-kagum bila melihatnya," ucap si orang tua kembali.

Baskara garuk-garuk rambutnya yang tidak gatal, sesaat kemudian ditatapnya si orang tua, "Baiklah Ki, aku simpan ucapmu. Tapi terus terang, ada beberapa hal yang ingin ku ketahui, sudilah engkau menceritakan padaku Ki."

"Eh, kau tampak serius Baskara, baiklah, apa yang hendak kau ketahui?"

Baskara menarik napas, "Ceritakanlah Ki, tentang Rimba Bara ini, bagaimana asal muasalnya, siapa yang melempar manteranya, dan biang kejahatan yang tadi siang sempat pula kau singgung?"

Ki Raganata tak langsung menjawab, ia mengelus-elus jenggotnya, "Sebenarnya aku sudah tahu, hal-hal demikian yang akan kau tanyakan nanda, sekiranya kuceritakan keseluruhan, mungkin sampai pagipun tak nanti akan kelar, namun baiklah, karena kini engkau adalah bagian dari penghuni Rimba Bara, aku akan menuturkan secara singkat namun gamblang tentang rimba ini."

Si orang tua menaruh gelas bambu di sampingnya, kemudian mulutnya kembali membuka.

***

Puluhan tahun yang lalu, Rimba Bara bukanlah nama untuk tempat ini sekarang, tapi namanya Kota Ksatria Dewa. Terdiri dari pelbagai hunian, dan padat penduduknya. Disebut Kota Ksatria Dewa, karena penduduknya yang rajin menempa raga, mengolah sumber daya untuk senjata, zirah, perisai, dan bahkan batu-batu kristal untuk meningkatkan kemampuan diri.

Rakyat hidup makmur pada waktu itu, di pimpin Raja bijak iaitu Baginda Dogma. Untuk mewadahi kegemaran rakyatnya dalam mengolah fisik, maka diadakanlah berbagai perlombaan duel antar ksatria, untuk menentukan jago para jago tiap tahunnya.

Acara tersebut tentu sangat menggembirakan rakyatnya, mereka berlomba-lomba melatih diri agar mampu juara dalam perlombaan tersebut.

Raja Dogma bukan sekedar bijak, ia juga super sakti, segala tempaan telah dilaluinya, dan pelbagai peralatan tempur kelas tinggipun di kuasainya, hingga selama masa kepemimpinannya semua acara adu jago berjalan mulus, tanpa halangan, tanpa jatuh korban jiwa.

Namun waktu terus berlalu, satu hal yang tak bisa di hindarkan manusia adalah kematian. Begitu jua Sang Baginda Dogma. Akhirnya dalam usia senja beliau menghembuskan nafas terakhirnya.

Kematiannya mengundang kesedihan rakyat, apalagi para pembesar ksatria yang setia mendampinginya.

Tapi roda pemerintahan harus terus melaju. Pada titik ini di awali denga clash antara dua pangeran, yang sama-sama merasa berhak atas tahta peninggalan Raja Dogma. Yang pertama Pangeran Muksa, ialah putera tertua yang lahir dari selir raja, yang kedua Pangeran Werkuda, ialah putera tertua dari ibu permaisuri. Untungnya pertentangan dapat di akhiri secara kekeluargaan, dua pangeran inj sepakat membagi wilayah kekuasaan Raja Dogma menjadi dua, dan masing-masing Pangeran menduduki wilayah yang telah di sepakati tersebut.

Awal pemisahan Kota Ksatria Dewa berjalan damai, tak ada sesuatu yang mengkhawatirkan. Satu Kota diberi nama Kota Ksatria Barat, kota lainnya Kota Ksatria Timur.

Bencana dimulai dari kembalinya turnamen duel adu jago diadakan. Masing-masing pangeran menggelar acara tersebut di kota masing-masing, dan jago terunggulpun akhirnya terpilih. Tapi rakyat yang tidak puas, masing-masing membandingkan jago dari wilayah Barat dan Timur, yang dari barat menganggap jagoannya yang nomor satu, begitu juga yang dari timur, menganggap jagoan mereka yang terbaik, bahkan masing-masing mulai menjelek-jelekkan jago dari wilayah seterunya.

Dan akhirnya, dua pangeran sepakat untuk mengadu jago unggulan masing-masing untuk mencari jago yang akan di gelari Jago Sejagad.

"Dan bagaimana menurutmu kelanjutannya Nanda?" tanya Ki Raganata retoris menyela ceritanya sendiri.

Baskara terbatuk kecil, "Ah Ki, mana saya tahu, apakah dua pangeran itu tak terima saat jagonya kalah?" ucap si pemuda sekenanya.

"Tepat! Itulah yang terjadi, pertarungan jagoan yang mereka adakan seolah perbandingan pertempuran antar Kota Ksatria Barat dan Timur, mereka seakan mempertaruhkam gengsi kota mereka, maka saat di satu tahun jago mereka kalah, segala daya upaya dikerahkan untuk melahirkan jago baru yang tanpa tanding, bahkan akhirnya menggunakan cara-cara sesat!"

Baskara terlongong, "Maksud Aki, apanya yang sesat?"

"Yah, Pangeran Muksa pelakunya, dibantu oleh seorang penasihat Ahli Mistik, ia membuka segel gaib, pintu neraka terkuak, dan dari dalamnya di tarik dengan kekuatan mistik satu jago dari kalangan Iblis," jelas si orang tua.

Baskara meremang mendengarnya, "Buat apa memgundang bangsa dedemit macam itu Ki?"

"Hushh! Bukan dedemit! Tapi Iblis, kau tahu untuk apa!? Ya jelas untuk di adu dengan jago lawannya. Itulah awalnya pertempuran manusia dengan iblis!"

"Trus siapa yang menang Ki?" cecar Baskara penasaran.

"Jelas Sang Iblis yang menang, ia bantai dengan cara yang mengerikan lawan tempurnya. Dan kau tahu dimana bencananya?"

"Dibantai dengan mengerikan Ki?" jawab Baskara ragu.

Ki Raganata menggeleng, "Bukan, tapi akibat sesudahnya. Sang Iblis enggan menurut pada perintah Sang Pangeran dan ahli mistiknya, bahkan ia ingin seluruh kota barat dan timur tunduk pada kuasanya."

"Apa yang selanjutnya terjadi Ki?" tanya si pemuda lagi.

"Perempuran besar, pertumpahan darah, antara bangsa manusia yang diwakili para ksatria melawan pasukan iblis. Gerbang gaib yang telah terbuka tak dapat terkunci, puluhan ribu pasukan iblis berserabutan keluar. Membantai tiap manusia yang dilihaynya."

Baskara menoleh kiri dan kanan, "Sekarang kemana para iblis-iblis itu Ki?" katanya lirih.

"Para pasukan iblis berhasil dikalahkan, gerbang gaib kembali tersegel, namun ribuan ksatria tumpas akibat keganasan iblis-iblis itu, menyisakan segelintir sahaja, dan porak porandanya Kota Ksatria Barat dan Timur."

"Terus Ki, kalau demikian kenapa rimba ini dimantrai, tidak ada satu makhluk yang mampu keluar?"

Ki Raganata meraih gelas bambunya, menyeruputnya dengan cepat, matanya memandang kejauhan kegelapan malam.

"Karena tidak semua dari mereka terbantai, masih banyak yang berkeliaran, sewaktu-waktu menunggu kelengahan manusia, untuk menyebarkan teror maut...."

Jantung Baskara bergetar, "Siapa maksud Aki?"

"Para Iblis Kegelapan...."

Bersambung.

EPISODE SEBELUMNYA | EPISODE SELANJUTNYA

Baca SERIAL RIMBA BARA lainnya.

Kumpulan Cerita Misteri, Cerita Silat, Cerita Horor, Cerita Remaja, Cerita Anak, Cerita Religi, Cerita Lucu, Cerita Sejarah, Cerita Petualangan, Cerita Detektif, Cerita Pendek, Cerita Serial, dll.

Post a Comment